Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan


kalsel5.jpg

Dalam situasi politik yang tidak stabil pada tahun 1950-an, berpengaruh besar terhadap organisasi militer yang kemudian melahirkan kekacauan-kekacauan nasional. Beberapa kelompok separates bersenjata muncul di mana-mana. Saat itulah satuan-satuan Mobrig yang setia kepada republik ini secara aktif turut melakukan penumpasan dan pengamanan di berbagai daerah di tanah air. Dari rangkaian sejarali ini, terbentuk Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan.

Pengabdian Mobrig dalam melaksanakan tugas negara tidak pernah surut. Sekitar tahun 1953, di Kalimantan Selatan, satuan Mobrig yang berasal dari kesatuan di Surabaya dikerahkan untuk memadamkan pemberontakan rakyat pimpinan Letnan Dua Ibnu Hajar, Komandan Pasukan Penggempur Divisi IV ALRI di Kalimantan Selatan. Satuan Mobrig yang berasal dari kesatuan di Surabaya itulah yang menjadi cikal bakal berdirinya Polda Kalsel.

Kekecewaan yang berulang-ulang telah membuat Ibnu Hajar pada bulan Oktober 1950 di Kalimantan Selatan membentuk Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT) dan menyatakan gerakannya sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (Nil) dengan wilayah pergerakannya di daerah Hulu Sungai sepanjang kawasan pegunungan Meratus pada wilayah Kalimantan Selatan. Selain kelompok Ibnu Hajar, ada juga kelompok yang dikenal dengan nama Gerakan Mandau Talawang Panca Sila (GMTPS), pimpinan Christian Simbar di sepanjang sungai Barito di wilayah Kalimantan Tengah. Gerakan ibnu Hajar dengan KryTnya dalam aksinya menggunakan takti perang grilya. Aktivitas aksinya semakin meluas ke wilayah – wilayah Barabai, Birayang, Batumandi, Paringin, Kelua dan Kandangan.

kalsel6.jpg

Selain melalui kekuatan bersenjata, dalam menghadapi pemberontakan Ibnu Hajar, pemerintah pusat juga menggunakan pendekatan melalui tokoh – tokoh kharismatik lokal seperti Hasan Basery ( mantan komandan Ibnu Hajar ) dan Idham Khalid seorang politikus dari Nahdiatul Ulama (NU) untuk membujuk Ibnu Hajar dan KryTnya agar meletakan senjata dan kembali kepangkuan ibu pertiwi. Awalnya Ibnu Hajar bersedia untuk menyerahkan diri namun setelah menyerahkan diri Ibnu Hajar akhirnya melarikan diri dan melakukan pemberontakan kembali. Selanjutnya pemerintah melakukan tindakan yang tegas sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh pengikutnya tertangkap. Ibnu Hajar sendiri akhirnya di hukum mati pada tahun 1963.

Selama mengatasi pemberontakan Ibnu Hajar dan Simbar, berbagai peristiwa heroik terjadi. Salah satunya peristiwa tragis dang mengharukan bagi Bhayangkari Polda Kalsel. Pada 28 September 1953, Mathilda Batlayeri, seorang Bhayangkari gugur bersama ketiga anak dan janin dalam kandungannya pada saat membantu mempertahankan Pos / Asrama Polisi yang diserang oleh gerombolan KryT.

Secara formal, bersamaan datangnya pasukan    ' Mobrig, Kepolisian Kalimantan pada 1953 terbentuk dan berkedudukan pertama di Banjarmasin. Pada awalnya Polda Kalsel dikenal dengan sebutan Kepolisian Keresidenan Kalimantan, di mana pada saat itu Keresidenan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah menjadi satu dant>£rkedudukan di Banjarmasin. Baru pada 23 Mei 1957, Keresidenan Kalimantan Tengah resmi berdiri sendiri menjadi provinsi dengan ibukota Palangkaraya. Namun Kepolisian Kalimantan masih mencakup Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Berdasar SK Perdana Menteri Rl, tanggal 12 Januari 1959, sebutan untuk Kepolisian di Kalimantan yang semula Kepolisian Provinsi (KPPROP) Kalimantan, berubah menjadi Kepolisian Komisariat, (KPKOM). Sementara itu sebutan untuk Kepolisian Resort disingkat KPPRES, dimana pada waktu itu KPKOM Kalsel membawahi 7 KPPRES. Dan berdasar Keputusan Presiden Rl tertanggal 12 April 1962, nama Kepolisian Negara kembali berubah menjadi Angkatan Kepolisian Republik Indonesia. Menyusul perubahan tersebut, maka sebutan Kepala Kepolisian Negara (yang sekarang disebut Kapolri) berubah menjadi Menteri Panglima Angkatan Kepolisian Republik Indonesia di singkat Menpangak.

Maka sejak itu juga sebutan Markas Besar AKRI di singkat MARAK. Sebutan untuk Kepolisian di tingkat Provinsi menjadi Komando Daerah Angkatan Kepolisian disingkat KOMDAK. Ditingkat Kabupaten di sebut Komando Resort Kepolisian (KOMRES), di tingkat Kecamatan di sebut Komando Sektor (KOMSEK) serta Komando Distrik atau KOMDIS. Sedangkan untuk Pimpinan Kepolisian di tingkat KOMDAK adalah Panglima Komando Daerah Angkatan Kepolisian disingkat Pangdak. KOMRES adalah Komandan Resort (Danres) dan di tingkat KOMSEK yaitu Dansek dan Dandis.

Sejak itulah Komdak XIII/Kalsel terbentuk. Pada 1962 terjadi musibah kebakaran yang menimpa Markas Komdak XIII/Kalsel dan menghanguskan seluruh bangunan beserta isinya. Pada Juli 1963, Ibnu Khajar dan pengikutnya menyerahkan diri di Desa Ambulun Hulu Sungai Selatan. Pada tahun yang sama juga, berdirilah Lembaga Pendidikan di Banjarbaru yang waktu itu bernama Sekolah Angkatan Kepolisian di singkat SAK (sekarang SPN).
Berdasarkan Surat Keputusan Menhankam/Pangab, maka pada 1974dilakukan likuidasiantara KomdakXIII/Kalsel dengan Komdak XII/Kalteng menjadi satu komando dengan sebutan KOMDAK Xlli/KALRA (Kalimantan Tenggara) dengan Brigjen Pol. Drs. R. Hardono sebagai Kadapol Xlll/Kaira yang pertama. Komdak Xlll/Kaira yang berstatus tipe "B" itu membawahi 16 Komres dan 129 Komsek.

Sebutan Polda Kalselteng dimulai sejak reorganisasi Polri di tahun 1984. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Pangab nomor: Kep/11/X/1992 tanggal 5 Oktober 1992, terjadi likuidasi Polda Kalselteng menjadi Polda Kalsel dan Polda Kalteng yang realisasinya dilaksanakan pada penghujung tahun anggaran 19947 1995. Pemisahan ini ditandai dengan penyerahan Pataka Tunggal Dharma Visudha" untuk Polda Kalsel dan Pataka "Manunggal Dharma Carya Jaya" untuk Polda Kalteng. Maka resmi Polda Kalselteng di likuidasi. Namun akibatnya status Polda Kalsel yang sebelumnya type "B" dipimpin oleh seorang Brigjen, sejak likuidasi tersebut turun menjadi Type "C" dan di pimpin oleh seorang Kolonel.

Pada perkembangan berikutnya, berdasarkan keputusan Menhankam pada bulan Oktober 1999 --dikukuhkan pada 19 Oktober 1999 - status Polda Kalsel ditingkatkan kembaii menjadi type "B" bersama-sama dengan Polda Kalbar, Polda Yogyakarta, Polda Sulut Polda Bali, Polda Aceh, Polda Riau, Polda Jambi, Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Polda Maluku. Seiring naiknya status maka dengan sendirinya Polda Kalsel kembaii di Pimpin oleh seorang berpangkat Brigjen hingga sekarang.

Perubahan status Polda Kalsel dan lainnya itu sangat berkaitan dengan tuntiaj di dalam tubuh Polri berkenaan dengan dan Polri pada tanggal 1 April 1999 yang kinerja Polri khususnya Polda Kalsel untul dan proaktif. (http://komisikepolisianindonesia.com/)

Komentar

Selamat pagi...