Pasukan
Ikut Gerilya, Rumah Limas Pernah Dijadikan Kantor Sejarah kepolisian
di Sumatera Selatan, dimulai sejak zaman Kolonial Belanda. Keadaanya
kala itu tidak jauh berbeda dengan kondisi kepolisian di Nusantara.
Beberapa jenis kesatuan yang ada pada masa kolonial seperti Polisi
Lapangan (Veld Politie), Reserse Daerah (Gewestelijke Recherche), Polisi
Kota (Staads-Politie) dan Polisi Umum (Algemene Politie). Lalu,
bagaimana Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel terbentuk? Kepolisian pada
masa kolonial Belanda, tentu saja erat kaitanya untuk melindungi bangsa
penjajah di tanah air. Di Sumsel, kesatuan kepolisian mencakup tiga
Keresidenan. Palembang, Lampung dan Bengkulu.
Di
wilayah Keresidenan Palembang sebagai pusat Provinsi Sumsel, terdapat
controleur diantaranya, Lubuk Linggau, Lahat, Pagar Alam, Tebing Tinggi,
Baturaja, Kayuagung, Sekayu, Belitung dan Pangkal Pinang.
Di
kota-kota itu terdapat detasemen-detasemen polisi yang dikepalai
seorang polisi berpangkat Hoofdagen Polisi (agen polisi atau inspektur
polisi). Semua jabatan tersebut di pegang oleh orang Belanda, yang
anggotanya barulah terdiri dari orang Indonesia.
Saat
Jepang masuk ke Indonesia, termasuk di Palembang, semua jenis
kepolisian dihapus. Polisi berkebangsaan Belanda ditahan. Hanya ada satu
jenis susunan kepolisian, yakni Keisasutai (Gunseikan), berpusat di
Jakarta.
Sama
halnya dengan pendudukan Belanda, para Kepala Kepolisian di pegang
bangsa Jepang. Sedangkan anggotanya berasal dari masyarakat pribumi.
Namun, anggota-anggota Detasemen Kepolisian pada masa Jepang inilah yang
pada masa kemerdekaan kemudian menjadi Kepala Sektor dan ikut melucuti
senjata Jepang, termasuk atasan mereka dulunya.
Diantara
mereka, Kompol I RM Moersodo yang kemudian ditunjuk sebagai Kepala
Kepolisian Keresidenan Palembang. Kompol II Achmad Bestari sebagai
Kepala Kepolisian Lahat, Kompol II M Amin menjadi Kepala Kepolisian
Baturaja, Kompol Ibrahim Lakoni sebagai Kepala Polisi Besar
Palembang.Ada juga nama Inspektur Polisi (IP) I M Hasan sebagai Kepala
Polisi Pagaralam, IP II Soekemi Kepala Polisi Sekayu. Mereka inilah yang
berperan dalam membangun organisasi Kepolisian di Sumsel. Selain itu,
bersama rakyat dan kesatuan lainya, aktif mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Diantaranya, ada nama IP I Abdul Kadir, IP II A Ansjori
(Perintis Pembentukan Brigade Mobil), Kompol I Hakim Nasution, IP I
Soegondo, IP I Taslim, IP II Abdullah Amaluddin, Kompol II M Amin, IP II
M Daud, IP I Sjawal dan lainya. Masa Awal Kemerdekaan Tersebarnya
berita proklamasi Kemerdekaan RI, diterima masyarakat Palembang, 18
Agustus 1945. Dari berita ini, Komandan Badan Kebaktian Rakyat (BKR) Dr
AK Gani mengumpulkan para pemua di rumahnya, Jl Kepandean. Banyak pemuda
pejuang hadir. Salah satunya, Kompol Moersodo. Setelah dibentuknya
Pemerintahan Bangsa Indonesia untuk daerah Palembang, Kepala
Pemerintahan yang dipimpin AK Gani menunjuk Asaari dan Kompol Moersodo
untuk mengurusi Kepolisian. Peristiwa dramatis terjadi di halaman kantor
polisi 10 Ulu Palembang. Pagi bulan Agustus 1945, sekitar 100 anggota
polisi berkumpul. Mereka hadir mengikuti upacara pengibaran bendera
merah putih diiringi lagu Indonesia Raya.
Satu Kepala Polii Jepang, Nakataito ikut menyaksikan. Usai upacara,
semua anggota polisi masuk ke ruang kerja Nakataito. Dipandu seorang
ulama, Keibu Syawal serta Keibuho Sani memimpin sumpah. Bersama anggota
lain, mereka mengikrarkan janji, patuh pada pemerintahan RI dan akan
terus melasanakan tugas kepolisian. Pada pertempuran lima hari lima
malam, awal tahun 1947, sejumlah anggota kepolisian pun dikerahkan.
Mengurus bantuan tenaga tempur dan logistik para pejuang. Sejumlah
anggota pun gugur. Diantaranya, Pembantu Inspektur Polisi I M
Yasid. Anggota kepolisian, hingga berakhirnya pendudukan Belanda tahun
1949 juga ikut melakukan perang gerilya. Beberapa personilnya, Inspektur
Polisi I Abdul Kadir serta Komandan Mobrig Kepala Kepolisian
Keresidenan (KKK) Palembang, Inspektur II A Ansjori. Bersama dua anggota
militer, mereka menamakan diri pasukan 17 Agustus. Pasukan ini juga
pernah menggempur gudang magazin Belanda di Bandar Agung. Lahirnya Polda
Sumsel Keberadaan Polri sebenarnya telah ditetapkan Panitia Persiapan
Kemerdekaan dalam sidangnya, 19 Agustus 195. Saat itu ditetapkan jawatan
kepolisian menjadi bagian dari Depdagri. Namun, karena situasi dan
kondisi yang sulit, jawatan kepolisian belum bisa dibentuk. Memang,
pada 23 Agustus 1945, Kepala Pemerintahan RI untuk wilayah Sumsel, Dr AK
Gani menunjuk Asaari dan Kompol Moersodo sebagai Kepala Kepolisian
Keresidenan Palembang. Namun, berdasarkan catatan sejarah, dirangkum
dalam buku “Kepolisian Negara Republik
Indonesia Daerah Sumsel” di cetak pada masa Kapolda Sumsel Irjen Pol H
Iman Suryatna, tahun 2006 lalu, Polda Sumsel resmi dibentuk tanggal 17
Agustus 1950. Pada era 1950 hingga 1958, pembangunan polisi Sumsel
belum begitu mulus. Karena komponen bangsa saat itu masih mengutamakan
kemantapan keamanan dalam negeri. Bahkan, kantor Polda Sumsel saat itu
ternyata pernah menempati rumah tradisional berbentuk limas, terbuat
dari kayu. Yang saat ini telah dibangun sebagai gedung Monpera di Jalan
merdeka. Polda Sumsel, pada masa Komando Daerah Kepolisian (Kodak)
bahkan pernah menempati gedung di Jalan Letkol Iskandar yang sempat
menjadi markas Polresta Palembang. Baru kemudian pindah ke km 3,5 saat
ini. Kantor Polda Sumsel saat ini pun, dulunya ternyata bekas markas
satuan Brigade Mobil (Brimob).(http://sumeksminggu.com)
Komentar
Posting Komentar