Figure terkait
Stok
motor brigade milik Polda Metro Jaya habis. Bukan maksimal digunakan
untuk kepentingan masyarakat, motor-motor itu justru banyak dipakai
untuk mengawal para pejabat di era Presiden Joko Widodo.
Komisioner Kompolnas, Adrianus Meliala mengatakan, yang memang harus mendapat pengawalan adalah presiden dan wakil presiden. Selain itu anggota keluarga dari mantan presiden dan wapres itu berhak mendapat fasilitas tersebut.
"Sekarang anggota DPR, DPD, Watimpres semua minta pengawalan. 160 Motor itu habis untuk melayani 170 pejabat," kata Andrianus.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Martinus Sitompul mengatakan saat ini ada 287 unit voorijder, di antaranya 218 unit motor dan 69 unit mobil. Menurutnya, pengawal voorijder diberlakukan oleh beberapa kalangan, termasuk masyarakat yang membutuhkan.
"Mobil 69 unit, kawal VVIP/VIP 18 unit, pengaturan, pengawalan, patroli 51 unit. Motor 218 unit, kawal VVIP / VIP 76 unit, Opsnal Polwan (Harley Davidson) 32 unit motor, danOpsnal / yanmas (pengaturan, pengawalan, patroli 110 unit)," kata Martinus di Mapolda Metro Jaya, Senin (16/3).
Menurut dia, permintaan pengawalan voorijder disesuaikan dengan situasi. "Pertimbangan ketepatan waktu, keamanan, kelancaran. Siapapun bisa meminta, tentatif bisa permanen bisa permanen VVIP, dan pihak-pihak yang membutuhkan pelayanan," imbuhnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Agus Rianto mengatakan, siapapun bisa menggunakan jasa pengawalan polisi menggunakan Voorijder, termasuk para pejabat.
Sebab pengawalan tersebut merupakan bentuk pelayanan Korps Bhayangkara kepada masyarakat.
"Pengawalan Polri merupakan salah satu bentuk pelayanan oleh Polri kepada masyarakat. Tujuan pengawalan untuk keamanan dan kelancaran dan itu situasional," kata Agus lewat pesan singkat kepada merdeka.com, Senin (16/3).
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Rikwanto mengatakan hanya lembaga negara tertentu yang levelnya mendapat pengawalan demikian. Menurut Rikwanto pengawalan sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), tercantum dalam Pasal 134 dan Pasal 135.
Sedangkan dalam UUD 1945 disebutkan hanya Lembaga Negara RI seperti MPR, DPR, DPD, Presiden, Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), MA, MK yang mendapat kawalan.
Namun lanjut Rikwanto, dalam Pasal 134 UU 22 Tahun 2009 huruf g, disebutkan "Menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia". Dengan begitu Pasal 134 huruf g, membuat Polri memiliki diskresi, atau kebebasan mengambil keputusan sendiri untuk situasi yang dihadapi.
"Lembaga negara yang levelnya atas dong, DPRD nggak boleh. Tetapi kalau anggota DPRD-nya sakit mau operasi atau Wali kota dalam keadaan emergency butuh pertolongan ya boleh. Jadi dia bukan yang berhak mendapatkan pengawalan dalam kondisi normal biasa," kata Rikwanto. (www.merdeka.com)
Komentar
Posting Komentar