Bertugas di Daerah Terisolasi, Sampai Tak Tahu Nama Pimpinan
ilustrasi Polisi berpangkat bintara
Mengabdi di
pulau terpencil dengan prinsip kekeluargaan, membuatnya disegani dan
dicintai. Setelah 25 tahun bertugas hingga memasuki akhir masa jabatan,
peran Kapos Pol Desa Padang, Brigadir Andi Sopian terus diharapkan
masyarakat.
=============================================================
Suatu pagi di akhir Maret 2015. Mentari mulai menyinari sebuah dermaga di Desa Padang, Kecamatan Kepulauan Karimata nan jauh di perairan terluar Kayong Utara, Kalimantan Barat. Cuaca di lautan terlihat cerah, gelombang tenang sesekali menghempas pasir putih di pantai. Mulai tampak satu per satu nelayan balik melaut merapat ke dermaga.
Di sebuah pos, kala itu sedang duduk dua orang pria. Nama depan mereka sama. Pria pertama bernama Andi Budianto, dia Staf Teknis Kepala PPI Desa Padang dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Kayong Utara. Seorang lagi Andi Sopian. Lelaki paruh baya berkumis tipis. Secara fisik penampilannya tak jauh berbeda dengan penduduk pulau pada umumnya.
Saat menghampiri mereka, Pontianak Post (Grup Kalteng Pos) disambut hangat. Begitu terasa keduanya menghargai tamu yang datang. Masing-masing ditemani secangkir kopi, kami pun berbincang-bincang tentang kehidupan nelayan di Pulau Karimata.
“Saya bukan nelayan, saya polisi, biasa pagi-pagi di sini sambil patroli,” ucap Andi Sopian yang tampaknya tahu penulis mengira dia seorang nelayan.
Pria murah senyum itu sama sekali tak menunjukan kesan sebagai anggota polisi. Waktu itu dia hanya mengenakan kaos oblong, celana kain berwarna coklat, dan sandal jepit.
Dari ‘kekeliruan’ itulah Pontianak Post (Grup Kalteng Pos) tertarik mengenal lebih dekat sosok Andi Sopian yang ternyata kepala pos polisi di sana. Siang harinya usai patroli dia pun mengajak berkunjung ke rumahnya. Kediaman plus satu-satunya pos polisi di pulau itu. Di depan tertancap plang bertuliskan “Kepolisian Resor Kab. Kayong Utara, Polsek Pulau Maya, Pos Desa Padang”.
Fungsi bangunan berdinding coklat muda ini memang sebagai pos. Ukurannya pun tidak terlalu besar, di bagian depan hanya ada satu ruang tamu dan satu ruang kerja. Sementara di bagian belakang hanya ada satu kamar tidur serta dapur.
Di pos sekaligus rumah inilah Andi bertugas sejak 25 tahun silam. “Saya mulai bertugas 1990, sampai sekarang,” katanya. Ayah berusia 56 tahun ini bercerita, sempat beberapa kali dipindahtugaskan ke Ketapang namun tidak pernah lama. “Paling lama enam bulan, karena banyak yang tidak betah, apalagi di sini wilayah endemis malaria,” ujarnya.
Kebetulan latar belakang keluarganya pun cukup erat dengan penduduk di pulau. Sang kakek penduduk asli pulau Karimata. Ayahnya juga pernah bertugas di pulau terpencil tersebut sebagai guru. Karena itu Andi cukup banyak memiliki hubungan kekerabatan dengan masyarakat di sana.
Ditambah peran istri dan anak-anaknya, membuat dia yakin untuk terus mengabdi kepada negara, meski harus bertugas di pulau terpencil. “Keluarga pastinya yang membuat saya kuat untuk terus tinggal dan bertugas di sini, jika terpisah dari keluarga belum tentu betah juga,” ucapnya seraya tersenyum.
Sang istri, Rohayah sempat mengaku agak keberatan waktu pertama diajak tinggal di pulau. Salah satu alasan adalah faktor cuaca. “Awalnya belum terbiasa takut lihat angin dan gelombang besar,” akunya. Akan tetapi setelah cukup beradaptasi wanita berusia 38 tahun ini mulai betah.
“Ketika sudah terbiasa dengan lingkungan seperti ini, tidak lagi berpengraruh, malah sudah saya anggap seperti kampung sendiri,” terang ibu tiga anak asal Jakarta ini.
Andi sempat berkisah, awal melamar polisi pada 1977 sebagai tamtama di Pontianak. Ketika lulus langsung bertugas di Polda Kalbar. Tahun 1978 dia pun menikah, dua tahun setelah itu pada 1980 dimutasi ke Ketapang. Cukup lama di Ketapang, kemudian barulah tahun 1990 mulai bertugasi di Pulau Karimata. Sebelumnya saat masih tugas di Ketapang dia sempat melanjutkan sekolah dan mendapat pangkat Brigadir. “Saya ingat pos ini dulu dibangun bersama-sama dengan masyarakat,” kenangnya.
Sejak bertugas di pulau Andi pun mulai jarang ke kota. Bahkan dia mengaku sudah enam bulan tidak ke Ketapang. “Apalagi ke Pontianak mungkin sudah sekitar tiga tahunan,” terangnya. Untuk mengambil gaji bulanan dia biasanya cukup membuat surat kuasa agar bisa dititipkan kepada nelayan yang kebetulan mengantar ikan ke Ketapang.
Saking jarangnya keluar pulau, Andi bahkan tidak mengetahui siapa nama pimpinannya sekarang. Paling terdekat, untuk nama Kapolres Ketapang saja dia tidak tahu, apalagi pimpinan lebih tinggi semisal Kapolda, bahkan Kapolri. “Saya tidak tahu, mungkin sudah berganti pimpinan-pimninan baru, di sini juga jarang nonton TV, listrik hanya menyala enam jam sehari,” paparnya.
Faktor utama membuat terisolir menurut dia adalah sulitnya transportasi. Dia menjelaskan jika menggunakan kapal penumpang KM Karimata, dari Sukadana waktu tempuh bisa mencapai 12 jam. Jadwal berangkat hanya seminggu sekali dan belum pasti, tergantung kondisi cuaca di laut.
Kebanyakan masyarakat harus menumpang nelayan untuk sampai ke kota. Paling dekat dari pulau ke Ketapang bisa memakan waktu sekitar tujuh sampai delapan jam. “Ongkos untuk ke kota sangat mahal, jika harus carter kapal-kapal nelayan, biayanya minimal Rp5 juta,” keluhnya.
Dari banyaknya kekurangan di sana, ada hal yang paling menarik menurut Andi, selama 25 tahun menegakkan hukum, belum pernah ada kejadian besar yang membuat pelaku kejahatan dipolisikan atau diproses hingga ke meja hijau. Bisa dikatakan zero kriminal.
Kasus-kasus kecil cukup diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat secara kekeluargaan. “Di sini kasus paling besar hanya perkelahian, karena kebanyakan masih ada hubungan kerabat cepat bisa saya selesaikan secara kekeluargaan,” terangnya.
Meski demikian Andi mengaku cukup kewalahan juga harus bekerja seorang diri dengan wilayah keamanan yang luas. Meliputi Pulau Serutu, Desa Betok dan Desa Padang yang jaraknya lumayan jauh Jumlah penduduk di sana mencapai 1500 lebih. Tetapi berkat kedekatan dengan masyarakat hal yang mustahil itu menjadi mudah. Andi terkadang dibantu masyarakat sekitar untuk pengamanan wilayah yang mesti ia jaga.
Seperti pengakuan Staf Teknis Kepala PPI Desa Padang, Andi Budianto yang mengatakan sudah berteman dekat dengan Andi Sopian. Selama delapan tahun dia bertugas di sana, saling tolong menolong menjadi kunci menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
Menurutnya figur Andi Sopian sehari-hari sangat baik dan membaur dengan masyarakat. “Karena di sana kebanyakan masih ada hubungan keluarga dengan beliau, Pak Andi sering dipanggil datok, Tok’An singkatan dari Datok Andi. Panggilan itu sudah sangat akrab dengan masyarakat,” ungkapnya.
Bagi Andi Budianto, Tok’An adalah sosok yang sederhana dan senang membantu sesama. Selain sebagai petugas kepolisian beliau juga disegani sebagai tokoh tua karena mempunyai banyak hubungan keluarga dengan masyarakat. Andi merasa karena kepribadiannya, masyarakat masih terus inginkan Tok’An sebagai petugas keamanan di sana.
Bahkan menurut Andi banyak masyarakat yang menyayangkan Tok’An harus pensiun tahun depan. “Sesuai dengan prinsip kepolisian beliau selalu mampu melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat. Selama betugas setahu saya aman-aman saja. Walau masyarakat masih awam dengan hukum, berbagai masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” jelas Andi.
Kini memasuki tahun terakhir dia bertugas, Tok’An mulai banyak menghabiskan waktu untuk berkebun. Sedikit demi sedikit dia dan istri sudah mulai bercocok tanam di lahan yang ia miliki. “Di masa pensiun nanti saya akan tetap tinggal di sini, fokus berkebun, menanam cengkeh, kelapa dan lain-lain,” imbuhnya.
Harapan Andi Sopian hanya sederhana, siapapun yang menggantikan posisinya kelak bisa menjalankan tugas dengan baik. Keamanan wilayah terus terjaga, masyarakat bisa hidup tenteram dan damai penuh kekeluargaan. “Sebaiknya mungkin bisa ditambah personil agar lebih memudahkan mereka yang bertugas di sini nanti,” pungkasnya.
Di tengah kondisi negera yang carut-marut, Andi Sopian menjadi mutiara di Pulau Karimata. Dengan kejujuran, integritas dan loyalitas tinggi, sosok anggota polisi seperti ini begitu dirindukan hadir di tengah-tengah masyarakat.
Seperti diketahui cukup banyak anggota Polri di Kalbar yang justru bertindak kurang terpuji. Menurut data dari Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Nowo Winarti jumlah anggota yang dikenakan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH), pada tahun 2014 ada 24 personil. Kemudian dari awal 2015 hingga sekarang sudah ada empat anggota. “Secara umum kasusnya dikarenakan desersi, narkoba, penggelapan barang bukti (BB) dan suap,” katanya. (www.jpnn.com)
=============================================================
Suatu pagi di akhir Maret 2015. Mentari mulai menyinari sebuah dermaga di Desa Padang, Kecamatan Kepulauan Karimata nan jauh di perairan terluar Kayong Utara, Kalimantan Barat. Cuaca di lautan terlihat cerah, gelombang tenang sesekali menghempas pasir putih di pantai. Mulai tampak satu per satu nelayan balik melaut merapat ke dermaga.
Di sebuah pos, kala itu sedang duduk dua orang pria. Nama depan mereka sama. Pria pertama bernama Andi Budianto, dia Staf Teknis Kepala PPI Desa Padang dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Kayong Utara. Seorang lagi Andi Sopian. Lelaki paruh baya berkumis tipis. Secara fisik penampilannya tak jauh berbeda dengan penduduk pulau pada umumnya.
Saat menghampiri mereka, Pontianak Post (Grup Kalteng Pos) disambut hangat. Begitu terasa keduanya menghargai tamu yang datang. Masing-masing ditemani secangkir kopi, kami pun berbincang-bincang tentang kehidupan nelayan di Pulau Karimata.
“Saya bukan nelayan, saya polisi, biasa pagi-pagi di sini sambil patroli,” ucap Andi Sopian yang tampaknya tahu penulis mengira dia seorang nelayan.
Pria murah senyum itu sama sekali tak menunjukan kesan sebagai anggota polisi. Waktu itu dia hanya mengenakan kaos oblong, celana kain berwarna coklat, dan sandal jepit.
Dari ‘kekeliruan’ itulah Pontianak Post (Grup Kalteng Pos) tertarik mengenal lebih dekat sosok Andi Sopian yang ternyata kepala pos polisi di sana. Siang harinya usai patroli dia pun mengajak berkunjung ke rumahnya. Kediaman plus satu-satunya pos polisi di pulau itu. Di depan tertancap plang bertuliskan “Kepolisian Resor Kab. Kayong Utara, Polsek Pulau Maya, Pos Desa Padang”.
Fungsi bangunan berdinding coklat muda ini memang sebagai pos. Ukurannya pun tidak terlalu besar, di bagian depan hanya ada satu ruang tamu dan satu ruang kerja. Sementara di bagian belakang hanya ada satu kamar tidur serta dapur.
Di pos sekaligus rumah inilah Andi bertugas sejak 25 tahun silam. “Saya mulai bertugas 1990, sampai sekarang,” katanya. Ayah berusia 56 tahun ini bercerita, sempat beberapa kali dipindahtugaskan ke Ketapang namun tidak pernah lama. “Paling lama enam bulan, karena banyak yang tidak betah, apalagi di sini wilayah endemis malaria,” ujarnya.
Kebetulan latar belakang keluarganya pun cukup erat dengan penduduk di pulau. Sang kakek penduduk asli pulau Karimata. Ayahnya juga pernah bertugas di pulau terpencil tersebut sebagai guru. Karena itu Andi cukup banyak memiliki hubungan kekerabatan dengan masyarakat di sana.
Ditambah peran istri dan anak-anaknya, membuat dia yakin untuk terus mengabdi kepada negara, meski harus bertugas di pulau terpencil. “Keluarga pastinya yang membuat saya kuat untuk terus tinggal dan bertugas di sini, jika terpisah dari keluarga belum tentu betah juga,” ucapnya seraya tersenyum.
Sang istri, Rohayah sempat mengaku agak keberatan waktu pertama diajak tinggal di pulau. Salah satu alasan adalah faktor cuaca. “Awalnya belum terbiasa takut lihat angin dan gelombang besar,” akunya. Akan tetapi setelah cukup beradaptasi wanita berusia 38 tahun ini mulai betah.
“Ketika sudah terbiasa dengan lingkungan seperti ini, tidak lagi berpengraruh, malah sudah saya anggap seperti kampung sendiri,” terang ibu tiga anak asal Jakarta ini.
Andi sempat berkisah, awal melamar polisi pada 1977 sebagai tamtama di Pontianak. Ketika lulus langsung bertugas di Polda Kalbar. Tahun 1978 dia pun menikah, dua tahun setelah itu pada 1980 dimutasi ke Ketapang. Cukup lama di Ketapang, kemudian barulah tahun 1990 mulai bertugasi di Pulau Karimata. Sebelumnya saat masih tugas di Ketapang dia sempat melanjutkan sekolah dan mendapat pangkat Brigadir. “Saya ingat pos ini dulu dibangun bersama-sama dengan masyarakat,” kenangnya.
Sejak bertugas di pulau Andi pun mulai jarang ke kota. Bahkan dia mengaku sudah enam bulan tidak ke Ketapang. “Apalagi ke Pontianak mungkin sudah sekitar tiga tahunan,” terangnya. Untuk mengambil gaji bulanan dia biasanya cukup membuat surat kuasa agar bisa dititipkan kepada nelayan yang kebetulan mengantar ikan ke Ketapang.
Saking jarangnya keluar pulau, Andi bahkan tidak mengetahui siapa nama pimpinannya sekarang. Paling terdekat, untuk nama Kapolres Ketapang saja dia tidak tahu, apalagi pimpinan lebih tinggi semisal Kapolda, bahkan Kapolri. “Saya tidak tahu, mungkin sudah berganti pimpinan-pimninan baru, di sini juga jarang nonton TV, listrik hanya menyala enam jam sehari,” paparnya.
Faktor utama membuat terisolir menurut dia adalah sulitnya transportasi. Dia menjelaskan jika menggunakan kapal penumpang KM Karimata, dari Sukadana waktu tempuh bisa mencapai 12 jam. Jadwal berangkat hanya seminggu sekali dan belum pasti, tergantung kondisi cuaca di laut.
Kebanyakan masyarakat harus menumpang nelayan untuk sampai ke kota. Paling dekat dari pulau ke Ketapang bisa memakan waktu sekitar tujuh sampai delapan jam. “Ongkos untuk ke kota sangat mahal, jika harus carter kapal-kapal nelayan, biayanya minimal Rp5 juta,” keluhnya.
Dari banyaknya kekurangan di sana, ada hal yang paling menarik menurut Andi, selama 25 tahun menegakkan hukum, belum pernah ada kejadian besar yang membuat pelaku kejahatan dipolisikan atau diproses hingga ke meja hijau. Bisa dikatakan zero kriminal.
Kasus-kasus kecil cukup diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat secara kekeluargaan. “Di sini kasus paling besar hanya perkelahian, karena kebanyakan masih ada hubungan kerabat cepat bisa saya selesaikan secara kekeluargaan,” terangnya.
Meski demikian Andi mengaku cukup kewalahan juga harus bekerja seorang diri dengan wilayah keamanan yang luas. Meliputi Pulau Serutu, Desa Betok dan Desa Padang yang jaraknya lumayan jauh Jumlah penduduk di sana mencapai 1500 lebih. Tetapi berkat kedekatan dengan masyarakat hal yang mustahil itu menjadi mudah. Andi terkadang dibantu masyarakat sekitar untuk pengamanan wilayah yang mesti ia jaga.
Seperti pengakuan Staf Teknis Kepala PPI Desa Padang, Andi Budianto yang mengatakan sudah berteman dekat dengan Andi Sopian. Selama delapan tahun dia bertugas di sana, saling tolong menolong menjadi kunci menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
Menurutnya figur Andi Sopian sehari-hari sangat baik dan membaur dengan masyarakat. “Karena di sana kebanyakan masih ada hubungan keluarga dengan beliau, Pak Andi sering dipanggil datok, Tok’An singkatan dari Datok Andi. Panggilan itu sudah sangat akrab dengan masyarakat,” ungkapnya.
Bagi Andi Budianto, Tok’An adalah sosok yang sederhana dan senang membantu sesama. Selain sebagai petugas kepolisian beliau juga disegani sebagai tokoh tua karena mempunyai banyak hubungan keluarga dengan masyarakat. Andi merasa karena kepribadiannya, masyarakat masih terus inginkan Tok’An sebagai petugas keamanan di sana.
Bahkan menurut Andi banyak masyarakat yang menyayangkan Tok’An harus pensiun tahun depan. “Sesuai dengan prinsip kepolisian beliau selalu mampu melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat. Selama betugas setahu saya aman-aman saja. Walau masyarakat masih awam dengan hukum, berbagai masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” jelas Andi.
Kini memasuki tahun terakhir dia bertugas, Tok’An mulai banyak menghabiskan waktu untuk berkebun. Sedikit demi sedikit dia dan istri sudah mulai bercocok tanam di lahan yang ia miliki. “Di masa pensiun nanti saya akan tetap tinggal di sini, fokus berkebun, menanam cengkeh, kelapa dan lain-lain,” imbuhnya.
Harapan Andi Sopian hanya sederhana, siapapun yang menggantikan posisinya kelak bisa menjalankan tugas dengan baik. Keamanan wilayah terus terjaga, masyarakat bisa hidup tenteram dan damai penuh kekeluargaan. “Sebaiknya mungkin bisa ditambah personil agar lebih memudahkan mereka yang bertugas di sini nanti,” pungkasnya.
Di tengah kondisi negera yang carut-marut, Andi Sopian menjadi mutiara di Pulau Karimata. Dengan kejujuran, integritas dan loyalitas tinggi, sosok anggota polisi seperti ini begitu dirindukan hadir di tengah-tengah masyarakat.
Seperti diketahui cukup banyak anggota Polri di Kalbar yang justru bertindak kurang terpuji. Menurut data dari Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Nowo Winarti jumlah anggota yang dikenakan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH), pada tahun 2014 ada 24 personil. Kemudian dari awal 2015 hingga sekarang sudah ada empat anggota. “Secara umum kasusnya dikarenakan desersi, narkoba, penggelapan barang bukti (BB) dan suap,” katanya. (www.jpnn.com)
Komentar
Posting Komentar