Presiden Diusulkan Ampuni Polisi yang Korupsi

KOMPAS.com/ICHA RASTIKA Chandra Motik (tengah)

Presiden Joko Widodo diusulkan untuk melakukan terobosan dalam rangka reformasi Kepolisian. Salah satu terobosan yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan amnesti atau pengampunan kepada anggota polisi yang korupsi dalam kurun waktu hingga 2010.
Usulan ini disampaikan Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia Chandra Motik, yang
mewakili Alumni Lintas Perguruan Tinggi se-Indonesia di Jakarta, Rabu (13/5/2015). Menurut Chandra, ide pemberian pengampunan kepada polisi korup ini meniru kebijakan pemerintah Hongkong. Ia berharap pengampunan itu dapat membuat polisi menjadi bersih dan bisa memulai kembali membangun integritas lembaganya dari nol.
"Kalau enggak diberikan pengampunan, enggak akan selesai-selesai, akan rekening gendut semuanya. Tapi sampai sekarang pun kan enggak diproses juga rekening gendutnya," kata Chandra.
Pemberian amnesti ini bisa dilakukan dengan empat langkah. Pertama, membentuk satuan tugas kebenaran korupsi polisi yang terdiri dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman, tokoh masyarakat, serta akademisi. Satgas ini nantinya akan menguji kebenaran penghasilan polisi. Tim tersebut akan bekerja secara transparan selama kurang lebih setahun.
Kedua, PPATK membuat analisis harta kekayaan anggota Kepolisian dan melaporkannya kepada presiden. Selanjutnya, pejabat Polri yang memiliki harga tidak wajar diminta memberikan penjelasan dan pengakuan kepada presiden mengenai sumber penghasilan mereka.
Terakhir, presiden memberikan amnesti melalui keputusan presiden kepada anggota polisi yang sudah menyampaikan pengakuan dan memohon maaf kepada rakyat dan negara melalui presiden.
Khusus untuk aparat penegak hukum yang masih aktif, Alumni Lintas Perguruan Tinggi se-Indonesia menyarankan pembentukan satgas yang sama. Selanjutnya, PPATK juga diminta melakukan analisis rekening. Jika ada polisi yang tidak mampu membuktikan bahwa hartanya berasal dari sumber yang sah, maka negara berhak menyita harta tersebut.
"Kepada yang bersangkutan dikenakan sanksi administrasi berupa pemberhentian sebagai anggota polisi, jaksa, staf atau pimpinan KPK, tetapi tidak dikenakan tuntutan pidana," kata Chandra.
Selain itu, negara diminta menyediakan anggaran yang memadai agar anggota Polri mendapatkan penghidupan layak. Ini dimaksudkan agar polisi tidak lagi mencari penghasilan dari sumber yang tidak halal.
Ikatan alumni juga mengusulkan agar Polri diposisikan di bawah kementerian dan pemerintah daerah sehingga kewenangannya tidak menjadi berlebihan. "Bisa di Kemenhan atau Kemendagri atau Kemenkumham. Tapi bisa juga dipisahin, kamtibnasnya di bawah pemda. Sekarang di bawah Presiden langsung, kewenangannya seolah berlebihan. Padahal dulu waktu di bawah TNI, tidak begitu," kata Chandra. (http://nasional.kompas.com/)

Komentar

Selamat pagi...