Polisi yang Membanggakan



Harapan warga masyarakat kepada peran dan kinerja Polisi boleh dikatakan relatif sederhana. Warga berharap Polisi mampu menjamin kepastian, memberikan rasa aman dan nyaman serta keterbukaan informasi dalam proses pelayanan publik. Polisi yang tegas menegakkan aturan hukum dan aturan berlalu lintas. Jika ada denda yang harus ditebus akibat pelanggaran maka diproses via pengadilan dan bank. Tidak serta merta proses transaksional di tempat seperti banyak anekdot yang menancap di benak warga masyarakat. Dan Polisi yang responsif atas aspirasi masyarakat yang wajib dilayaninya. Polisi yang responsif namun tidak memaksa tersangka untuk mengakui tindak kriminal yang sesungguhnya tidak dilakukan. Polisi yang responsif dan tidak menjebak warga masyarakat untuk dijadikan tersangka.
Harapan warga itu jelas wajar-wajar saja. Kita kini masih kerap melihat ulah oknum polisi (oknum polisi lalu lintas misalkan) bertindak transaksional manakala melakukan penegakan aturan berlalu-lintas. Juga misalkan ketika melaporkan kasus yang menimpa kita, acapkali kita diping-pong dengan alasan terjadi pada bukan wilayah yurisdiksi sang polisi yang dilapori. Coba sedikit kita bandingkan dengan Polisi Australia yang benar-benar jauh dari tindakan transaksional dengan pelanggar aturan lalu lintas.
Saya dapat membandingkan kinerja polisi dalam negeri dan polisi Australia. Polisi Australia sama sekali tidak berurusan dengan uang di jalan raya. Tugas mereka menegakkan aturan berlalu-lintas. Jika ada denda yang harus ditebus akibat pelanggaran maka diproses via bank. Itupun mereka harus mengirimkan tagihan ke rumah. Tidak serta merta proses di jalan raya, jelas Giorgio Babo Moggi, warga Kupang (NTT) yang pernah ditilang Polisi Australia di Townsville sebagaimana dilansir http://koepang.com.
Bandingkan pula dengan pengalaman Nia Purnama, perempuan WNI, yang sekali waktu berurusan dengan Polisi di Jepang. Suatu malam Nia terpaksa pulang ke tempat tinggalnya di salah satu apartemen di Tokyo sedikit larut. Dengan bersepeda, ia berpapasan seorang lelaki Jepang. Si lelaki itu pun iseng berucap: Kamu manis, maukah menikah denganku?
Nia merasa agak terganggu atas ucapan itu, cepat-cepat ia mencari selamat masuk ke sebuah minimarket milik orang Brazil. Oleh seorang ibu pemilik minimarket, persoalan Nia dilaporkan ke Polisi. Spontan, sekitar 4-5 menit berselang, mobil polisi datang. Dan Nia langsung dibawa-serta ke pos polisi untuk pemberkasan kasusnya.
Singkat cerita, pemberkasan selesai lepas tengah malam. Di sela-sela pemberkasan, Nia dijamu dengan minuman susu kesukaannya. Terakhir, saya diberi kartu nama si bapak polisi, alarm pengaman (yang biasa digantung di tas anak SD), senter, juga pulpen dan pensil bergambar polisi. Dan saya di antar sampai depan pintu rumah, tutur Nia melalui blognya http://nihondaidaisuki.blogspot.com.    
Pelayanan yang nyaris tanpa pandang bulu juga diterapkan oleh Kepolisian Inggris terhadap siapa saja yang berurusan dengan polisi. Berkat peralatan teknologi canggih yang dimilikinya, Kepolisian Inggris relatif cepat dalam melayani keluhan warga masyarakat. Kepolisian Leicestershire misalkan,  saat ini memiliki lebih dari 90.000 foto warga masyarakat sekitar yang tersimpan dalam database. Bila seseorang melaporkan ciri-ciri pelaku kriminal yang dijumpainya maka dalam waktu singkat teridentifikasi dan kepolisian cepat bertindak. Kepolisian Inggris benar-benar menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang melindungi, mengayomi, melayani dan menegakkan hukum.
Giorgio Babo Moggi terkesan pada profesionalisme Polisi Australia, Nia Purnama merasa tersanjung pada pelayanan Polisi Jepang, dan pelayanan Kepolisian Inggris begitu cepat. Kita pun berharap Polisi Indonesia mampu memberikan pelayanan yang nyaman dan profesional sebagaimana sesama Polisi di ketiga negara tersebut.  
Harapan-harapan itu sungguh sederhana. Dan untuk memenuhinya pun, Polisi tidak perlu merasa kesulitan. Dalam diri Polisi tentu sudah mengkristal nilai-nilai  dan falsafah kerja Tribrata dan Catur Prasetya. Ditambah dengan pedoman Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bekal tersebut semakin memudahkan Polisi untuk memenuhi harapan sederhana warga masyarakat. Harapan pada Polisi yang membanggakan, mengayomi dan melayani bersandar pada profesionalitas.
Pangkal persoalan Polisi untuk lepas dari tindakan-tindakan transaksional memang sangat klasik. Gaji yang kelewat kecil, tunjangan keluarga yang teramat jauh dari kata cukup, dan nyaris tidak ada insentif yang memantik kinerja untuk meraih prestasi terbaik. Memang sejak tahun 2011 telah ada Peraturan Presiden Nomor 73/2010 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kepolisian yang mengatur pemberian insentif atau tunjangan kinerja Polisi. Sayangnya, peraturan yang membagi tunjangan kinerja Polisi ke dalam 18 grade ini tampaknya tidak berangkat dari tujuan untuk mendorong kinerja terbaik seorang Polisi. Pembagian grade itu hanya didasarkan pada kepangkatan dan golongan kepegawaian.
Semestinya tunjangan kinerja diberikan atas keberhasilan pekerjaan Polisi yang sarat risiko. Seharusnya semakin tinggi risiko pekerjaan Polisi semakin tinggi pula tunjangannya di saat mencapai keberhasilan. Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Awaloeddin Djamin membagi porsi peran/fungsi Polisi ke dalam tiga golongan:
* 10 persen represif
* 30 persen preventif
* 60 persen pembinaan masyarakat.
Atas dasar ketiga peran/fungsi tersebut, Polisi yang berada di garda represif sepantasnya harus memperoleh tunjangan paling besar mengingat risiko yang dihadapi dalam tugas. Polisi yang berada di garda ini sangat berisiko karena berhadapan langsung dengan para pelaku kriminal dan kekerasan sosial lainnya.
Kita ingin Polri menjadi lembaga yang mengedepankan prinsip kepada setiap anggota Polisi: Buktikan bahwa Anda kreatif. Kita butuh Polisi yang kreatif dan inovatif di tengah intensitas dan kualitas kejahatan yang terus meningkat. Dan itu dapat dicapai melalui pemberian tunjangan kinerja yang proporsional dengan mengacu pada tingkat risiko, kompleksitas dan kerumitan pekerjaan Polisi.
Selain tunjangan kinerja yang berangkat dari tingkat risiko yang dihadapi dalam tugas, peran dan fungsi, untuk memenuhi harapan tercapainya Polisi yang membanggakan harus pula dibarengi dan dipenuhi:
·         Gaji yang cukup untuk menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari  hidup yang penuh risiko.
·         Tunjangan keluarga yang memadai.
·         Jaminan Hari Tua (pensiun) yang jelas.
·         Tunjangan Pendidikan Anak yang menjanjikan.

Dengan pemenuhan gaji dan tunjangan-tunjangan tersebut diharapkan Polisi tidak lagi bertindak transaksional dalam melayani masyarakat. Polisi tidak lagi terlibat dalam transaksi pengamanan/perlindungan atas aktivitas-aktivitas ilegal. Polisi tidak lagi menjadi bagian dari yang turut menyuburkan mafia kriminal. Polisi tidak lagi berpihak kepada kepentingan politik tertentu. Benar-benar Polisi sebagai alat negara Negara yang berperan dalam memelihara Kamtibmas, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat tanpa pandang bulu. Polisi yang sungguh membanggakan. (*)

Komentar

Selamat pagi...