Drone ini
merespon panggilan darurat hanya dalam hitungan detik. Kemudian, dengan
menggunakan kamera inframerah, drone akan memandu mobil polisi untuk menemukan
penjahat yang melarikan diri di malam hari.
=================
Dalam waktu dekat, warga di wilayah Macon Bibb, Georgia,
Amerika Serikat, barangkali berharap dapat melihat piring terbang. Ini bukan
pesawat luar angkasa yang menggembar-gemborkan invasi alien. Mereka hanya drone
polisi, pesawat tanpa awak berbentuk cakram yang akan digunakan oleh layanan
polisi dan penyelamatan di daerah ini dari gangguan penjahat.
Drone buatan pabrikan Olaeris ini dinamakan Aerial
Electric Visual Assistant atau AEVA. Drone tersebut dilengkapi dengan enam
baling-baling, pod kamera di bagian bawah, kamera inframerah, dan kamera biasa.
Kelebihan yang membuat AEVA menonjol adalah bahwa seluruh bagan drone dibungkus
dalam cakram plastik halus, yang melindungi tangan dari baling-baling, mengubah
aerodinamis, dan memberikan penampilan seperti pesawat alien.
AEVA mampu terbang hingga satu jam, sehingga drone ini tak
sama dengan platform pengawasan drone yang memiliki waktu terbang lama seperti
drone militer. Sebaliknya, Olaeris membuatnya sebagai sistem yang dapat
dikembangkan secara luas, dan siap terbang pada pada waktu kapan saja.
Menurut situs web Olaeris, pesawat tanpa awak ini
dikemudikan dari satu lokasi pusat. AEVA dapat digunakan dalam waktu sepuluh
detik setelah panggilan darurat. Drone ini bisa lepas landas secara vertikal,
memiliki navigasi mandiri dan tiba di kejadian dalam waktu sekitar 90 detik.
Peluncuran, penerbangan, navigasi, pendaratan dan pengisian benar-benar otonom,
diawasi oleh pilot manusia dari jarak jauh.
Dalam pemasaran AEVA, Olaeris tak hanya menawarkan kontrak
untuk drone saja, tapi berikut juga
sistemnya. Ketika sebuah kota membeli drone, ada kesempatan baik bahwa mereka
akan mencoba untuk menempatkan mereka
sebagai armada siap siaga.
Menurut pabrikan drone, Olaeris, komisi daerah Macon Bibb,
Georgia, menanda-tangani perjanjian 5,7 juta dolar untuk menggunakan drone
selama lima tahun. Perjanjian juga mencakup layanan dukungan seperti pelatihan,
sinyal dan perbaikan. Namun, komisi daerah membantah hal tersebut, dan
menyatakan bahwa mereka baru tengah mengajukan pembicaraan untuk membeli drone.
Selain Olearis, Qualcomm juga ingin masuk ke industri drone
ini. Setelah besar di dunia smartphone dan tablet, pembuat chip ini berencana
untuk bergabung ke industri drone. Namun, jangan berpikir perusahaan asal AS
ini bakal memproduksi drone sendiri. Sama seperti bisnisnya selama ini,
Qualcomm akan menjual chip hasil produksinya untuk digunakan di perangkat milik
pabrikan lain.
Sebagaimana KompasTekno
rangkum dari Recode, belum lama ini,
untuk jangka pendek, Qualcomm menargetkan penjualan chip ke perusahaan drone
kelas consumer, terutama untuk drone dalam kegiatan fotografi.
Di awal bisnis itu, nantinya Qualcomm akan menawarkan
salah satu chip andalannya, Snapdragon 800. Satu chip tersebut dikatakan sudah
cukup andal menjalankan berbagai fungsi, seperti kegiatan fotografi, navigasi,
dan komunikasi. Biasanya, sebuah perangkat drone membutuhkan berbagai chip
untuk menangani masing-masing fungsi tersebut.
"Satu Snapdragon 800 sebenarnya bisa melakukan semua
itu," ujar Raj Talluri, Senior VP Qualcomm.
Dengan memadatkan berbagai chip dalam satu chip tunggal,
Qualcomm yakin dapat memangkas harga drone yang ada saat ini. Sekadar
informasi, drone dengan kemampuan fotografi biasanya dibanderol mulai dari 500
dollar AS atau sekitar Rp Rp 6,9 juta. "Kami seharusnya mampu menurunkan
harga drone secara signifikan," ujar Talluri sembari menambahkan Qualcomm
berencana memperkenalkan bisnis drone ini secara mendetail pada bulan
September. (*)
Komentar
Posting Komentar