Pesta narkoba tak lagi diam-diam di kamar hotel
atau diskotik yang sudah jamak terjadi. Kali ini rumah dinas polisi pun jadi
arena pesta narkoba.
==========
Cerita bermula dari rumah dinas polisi di Kotaraja, Distrik
Abepura, Kota Jayapura, pada 24 Agustus 2015. Saat itu lima orang
---masing-masing Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) TB, AKBP S, Brigadir Polisi
TAH dan dua wanita—tengah asyik berpesta narkoba jenis sabu-sabu. Tak begitu
jelas, apakah ada laporan dari warga sekitar atau memang telah lama diintai,
beberapa polisi dari Satuan Direktorat Narkoba Polda Papua langsung menggerebek
rumah dinas tersebut. Tanpa banyak perlawanan, kelima orang tersebut langsung
dicokok.
Awal pekan lalu, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw
mengakui adanya dua pejabat Polri dari Polda Papua berpangkat Ajun Komisaris
Besar Kepolisian (AKBP) ditangkap Direktorat Narkoba Polda Papua ketika
berpesta narkoba jenis sabu-sabu beberapa hari sebelumnya.
Waterpauw mengaku, selain kedua Pamen yang bertugas sebagai
Wakil Komandan Satuan Brimob Polda Papua berinisial TB dan salah satu Pamen di
SPN Jayapura berinisial S, polisi juga mengamankan dua orang wanita dari rumah
salah seorang polisi yang bertempat di Kotaraja, Abepura, Kota Jayapura, tersebut.
Kapolda Papua mengakui Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) S,
yang digerebek saat pesta narkoba, dinyatakan positif mengonsumsi barang
tersebut. "Hasil tes urine menyatakan AKBP S positif mengonsumsi narkoba,
sedangkan rekannya AKBP TB, hasil tes urinenya dinyatakan negatif," jelas
Waterpauw di Jayapura, Selasa (8/9) malam.
Menurut dia, dari laporan itu, pihaknya akan melakukan
tindakan rehabilitasi kepada S, yang saat ini bertugas di Sekolah Polisi Negara
(SPN) Jayapura. Selain rehabilitasi juga akan diberikan sanksi berupa tindakan
disiplin kepada AKBP S dan AKBP TB.
Waterpauw menambahkan saat pengerebekan, yang dilakukan
anggota Dit Narkoba Polda Papua, diketahui pula ada polisi Brigadir Polisi TAH
alias Opan (36) yang menjadi pengguna dan penyalur narkoba jenis sabu-sabu.
“Brigadir Polisi TAH sudah ditahan di Polda Papua,” jelasnya.
Sedangkan mengenai dua wanita yang turut dalam pesta narkoba
tersebut, Kapolda Papua mengaku tidak mengetahui secara pasti karena belum ada
laporan yang lengkap. "Saya hanya mendapat laporan tentang kedua perwira
menengah polisi," tambahnya.
Waterpauw menjelaskan, hingga akhir pekan lalu perwira menengah Polisi yang terlibat narkoba ini
belum ditahan dengan alasan belum mendapat laporannya secara kronologis dan
lengkap.
Menurut Waterpauw, untuk Pamen SPN Jayapura berinisial S
akan diproses melalui sidang disiplin atau kode etik. Namun, dalam aturan
Undang-undang tentang pencegahan dan pemberantasan narkoba, bagi para korban
narkotika harus direhabilitasi. Dalam perjalanan karirnya, AKBP S pernah
menjabat sebagai kapolres dan saat ini menjabat sebagai wakil direktur di salah
satu direktorat Polda Papua.
"Saya telah mendapatkan laporan ini dan saya
perintahkan untuk ditindak tegas sesuai dengan bukti yang ada serta proses
hukum. Ini contoh yang tidak baik di jajaran kepolisian dan telah menurunkan
harkat dan martabat citra polisi," kata Paulus di Jayapura, awal pekan
lalu.
Lebih jauh Paulus menuturkan, dia telah menarik kedua pamen
tersebut dari jabatannya untuk menjalankan proses hukum yang berlaku. Selain
itu, hukuman tindak disiplin yang akan diterapkan kepada anggota polisi di
jajaran Polda Papua yang kedapatan menggunakan narkoba ataupun meminum minuman
keras adalah mendidik kembali anggota polisi itu ke Sekolan Polisi Negara (SPN)
setempat.
"Kami akan buat aturan yang mengikat. Kepada para
pengguna dan pengedar narkoba, khususnya di lingkungan kepolisian Polda Papua.
Nantinya jika ada anggota yang melakukan pelanggaran, secara otomatis akan
disekolahkan di sana (SPN). Anggota tersebut akan dididik kembali, sambil
merenungi nasibnya supaya anggota itu bisa flash back momentum masuk
polisi untuk apa, dan lain-lain," ungkap dia.
Tidak hanya sebatas itu, anggota polisi yang melanggar juga
akan mengikuti kembali masa pengenalan akan pendidikan perpolisian dari awal. "Secara
moralitas akan membawa ransel kembali dengan tak lupa menenteng senjata, lari
bersama para siswa dan kegiatan lainnya. Kami akan memberikan hukuman yang
berat kepada mereka secara etika, begitu juga hukuman pidana yang harus mereka
laksanakan," tandas Paulus Waterpauw. (*)
Boks:
Bahaya, Jika Polisi Dipecat Gara-gara Narkoba
Pakar pengobatan pecandu narkoba, yang juga seorang
psikiater ternama, Prof. Dr. H. Dadang Hawari, urun pendapat atas langkah
Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw yang mendidik kembali polisi yang
kedapatan terlibat narkoba.
Dadang mengingatkan, jangan sampai polisi yang terlibat
penggunaan narkoba dipecat. Menurut
pemilik pusat rehabilitasi pecandu narkoba di Bintaro, Jakarta Selatan, itu,
justru sangat berbahaya jika polisi yang terlibat narkoba dipecat.
Beberapa catatan kepolisian menyebutkan bahwa pada Mei lalu
sebanyak 43 orang polisi di Polda Jambi dipecat gara-gara terlibat narkoba. Pemecatan
serupa juga terjadi terhadap 15 orang polisi di Polda Aceh dan dua orang polisi
di Polda Jawa Tengah.
Dijelaskan oleh Prof. Dadang Hawari bahwa jika polisi
pengguna narkoba dipecat, maka otomatis kecanduannya sebagai pemakai narkoba
belum hilang tatkala statusnya sebagai polisi dicopot. Nah, dalam situasi
tertekan akibat dipecat, yang bersangkutan malah bakal makin menjadi-jadi
mengkonsumsi narkoba.
Dadang juga memberikan masukan penting kepada para Kapolda,
terhadap personil polisi itu tidak bisa
dilakukan pembinaan saja. Kata Dadang, sebagaimana pengguna narkoba yang lain,
para personil polisi itu harus menjalani terapi khusus.
Prof. Dadang menerangkan bahwa terapi ini memerlukan waktu
satu pekan. "Saat menjalani masa terapi ini, kita cuci otaknya. Kita juga
lakukan detoksifikasi, yakni mengeluarkan pengaruh narkoba dan racun-racun lain
dari tubuhnya. Juga mendelete memorinya tentang narkoba, seperti kita mendelete
memori di hp. Tapi ini dengan obat-obat khusus," beber Dadang.
Terapi ini harus dijalani polisi pengguna narkoba, dari yang
levelnya baru tahap coba-coba, hingga yang sudah level kecanduan.
Langkah berikutnya, setelah melewati masa terapi, baru masuk
ke masa rehabilitasi selama satu hingga dua bulan. Begitu sudah ada tanda-tanda
baik, maka polisi ini bisa diaktifkan kembali bertugas. "Tapi jangan
ditempatkan di bagian kejahatan narkoba," ujarnya.
Menurut Dadang, para petinggi kepolisian belum memahami cara
penanganan anggotanya yang terlibat narkoba. Karenanya, dia berharap,
pemberitaan ini sekaligus bisa menjadi masukan bagi para pimpinan Polri.
Bahkan, Dadang menyatakan siap digandeng untuk menangani para
polisi yang terlibat narkoba. "Kalau mau saya kasih buku panduannya.
Obat-obatnya juga murah kok," ujar Dadang, yang juga digaet sejumlah rumah
sakit di Jakarta untuk menangani pasien khusus ini.
Dadang juga mengaku sering didatangi pasien yang berprofesi
sebagai polisi. Saat datang berobat, lanjutnya, sejumlah anggota korps baju
coklat itu tak menyebutkan profesinya sebagai polisi. Namun, dalam proses awal
pengobatan, Dadang selalu menanyakan latar belakang profesinya.
"Barulah mereka mengakui bahwa dirinya seorang polisi.
Mereka dengan kesadaran sendiri mau berobat, tidak masuk kerja hingga beberapa
lama. Atasannya pun tak tahu," ceritanya.
"Hingga saat ini belum ada secara institusi (kepolisian,
red) yang menggunakan jasa saya. Kalau personal cukup banyak,"
pungkasnya. (*)
Komentar
Posting Komentar