Sebentar lagi musim hujan tiba. Cuaca kerapkali
berubah-ubah secara cepat dan ekstrim, sulit diperkirakan. Kita membutuhkan data
prediksi cuaca yang tepat dalam 24 jam ke depan atau lebih.
================
Sekali waktu langit Jakarta begitu gelap secara tiba-tiba.
Cuaca yang sudah barang tentu di luar perkiraan. Untuk membantu warga
masyarakat agar tidak terjebak oleh perubahan cuaca ekstrim, Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) kembali memastikan pihaknya terus
mengembangkan sistem peringatan dini untuk memprediksi terjadinya cuaca ekstrim
yang dikenal dengan nama "Sadewa" (Satellite Disaster Early
Warning System).
"Lapan berencana membuat sistem verifikasi dan validasi
yang bersifat real time dan otomatis, sehingga bisa dipantau secara terus-menerus
akurasinya. Sadewa akan terus dikembangkan," ujar Kepala Bidang Pemodelan
Atmosfer, Didi Satiadi, pekan lalu.
Ke depan, Sadewa diharapkan mampu menghasilkan informasi
prediksi dari hanya satu hari (24 jam) menjadi tiga hari ke depan dengan
resolusi yang tetap tinggi dan dilaporkan setiap jam. Data yang sampaikan
melalui Sadewa antara lain prediksi hujan, angin, temperatur, dan uap air.
Selain itu, Didi juga berharap bila Sadewa nantinya dapat
tersosialisasikan kepada warga masyarakat --terutama sebagai alat pembelajaran
guru kepada para siswa. "Agar siswa lebih tertarik dengan fenomena cuaca
seperti siklon tropis, ITCZ, monsun, dan sebagainya," tambah Didi.
Satellite Disaster Early Warning System (Sadewa)
merupakan sebuah sistem informasi peringatan dini bencana yang dikembangkan
berbasis teknologi satelit dan juga dilengkapi sensor-sensor terestrial. Sistem
ini berfungsi untuk memberikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan
penanganan kejadian bencana baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah dalam rangka pengelolaan risiko bencana.
Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN
Dadang Subarna menjelaskan sistem yang dikembangkan di dalam Sadewa memadukan
beberapa sistem. "Dipadukan antara sistem pengamatan yang real time
dan terus menerus menggunakan satelit dan AWS atau Automatic Weather Station
serta sistem prediksi menggunakan model prediksi cuaca numerik," ujar
Dadang.
Dadang menambahkan dengan sistem pengamatan yang didesain
otomatis, Sadewa dapat memberikan gambaran kondisi awan melalui Satelit MTSAT,
termasuk di dalamnya awan Cb dan awan yang berpotensi hujan, setiap satu jam.
"Demikian juga dengan peralatan AWS yang dimiliki oleh
LAPAN, secara otomatis, kondisi cuaca seperti hujan, angin, kelembapan, dan
suhu dapat terus menerus diamati setiap 15 menit sekali," jelasnya.
Sadewa memantau kondisi lingkungan mendekati real-time
dari satelit maupun sensor-sensor permukaan, kemudian memprakirakan kemungkinan
terjadinya potensi bencana dengan menggunakan model-model komputer, dan
menyampaikan informasi peringatan dini bencana melalui monitor display di
sebuah ruang kontrol.
Sadewa seri 1.0 mulai dikembangkan pada tahun 2010 sebagai
pilot project untuk wilayah Jawa Barat yang rentan terhadap berbagai kejadian
bencana seperti banjir dan longsor. Kemudian dikembangkan ke Sadewa seri 2.0
untuk wilayah Indonesia yang saat ini dalam penyempurnaan. Di awal,
pengembangan ini merupakan kerjasama antara Kementerian Ristek, BPPT, Pemprov
Jabar, dan LAPAN. Selanjutnya kerjasama ini diperluas dengan peranserta
beberapa instansi yang lain seperti BMKG, BNPB, dan Kementerian ESDM, termasuk
Universitas dan Dunia Usaha. (*)
Komentar
Posting Komentar