Dari SPBU Terungkap Sindikat Upal



Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan pedagang kecil acap menjadi sasaran peredaran uang palsu (upal). Banyak di antara mereka menjadi korban dan tidak banyak bicara.
 ==========
Cerita bermula pada hari Selasa (27/10) pagi, sekitar pukul 08.00 WIB. Sebuah mobil Toyota Avanza warna silver dengan nomor polisi. B 1773 WF yang ditumpangi Slamet Usman dan Didik Purwanto singgah di SPBU Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium.   
Usai pengisian BBM, salah satu dari mereka menyodorkan uang kertas pecahan Rp100.000 untuk membayar. Karena saban hari biasa menerima lembaran uang nominal Rp100.000 dan Rp50.000, petugas SPBU merasa curiga lalu menghubungi polisi di Polsek Tabir. Anggota Polsek Tabir yang sedang bertugas langsung menuju ke lokasi. Serta merta kedua tersangka pelaku berikut kendaraannya yang saat itu masih berada di area SPBU langsung diamankan ke Mapolsek Tabir untuk dimita keterangan lebih lanjut. 
Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, akhirnya Polsek Tabir mengetahui bahwa uang yang digunakan untuk pembayaran di SPBU Koto Rayo itu ternyata palsu. Kemudian anggota Polsek Tabir yang dipimpin Iptu Ridha melakukan penggeledahan pada mobil Avanza B 1773 WF yang digunakan oleh Slamet Usman dan Didik Purwanto.
Akhirnya diketahui, di dalam mobil tersebut tersimpan uang palsu senilai Rp20.900.000. Menurut Kapolres Merangin AKBP Munggaran Kartayuga, uang itu terdiri dari uang pecahan Rp100.000 sebanyak 200 lembar dan uang pecahan Rp50.000 sebanyak 18 lembar. Semuanya disita oleh Polsek Tabir sebagai barang bukti guna pengusutan lebih lanjut. Dan Slamet dan Didik Purwanto lantas ditetapkan sebagai tersangka pelaku peredaran uang palsu (upal).  
Kapolres Merangin AKBP Munggaran Kartayuga, yang didampingi Kapolsek Tabir Iptu Ridha, ketika dihubungi FORUM, di ruang kerjanya. Jumat (6/11), membenarkan bahwa pihaknya telah menangkap Slamet Usman (46) warga Kuamang Kuning Pelepat Ilir Kabupaten Bungo, dan rekannya Didik Purwanto (49) warga Pati, Jawa Tengah. Keduanya ditangkap saat membeli premium di SPBU Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin.  
Dalam pengakuannya di hadapan penyidik, Slamet Usman, mengatakan bahwa uang palsu senilai Rp20.900.000 itu dibelinya dari Agus seharga Rp10 juta uang asli. Dan dia harus menjemput sendiri upal itu ke Jawa Timur. 
“Semula, saya menelepon Agus, untuk bisa mendapatkan upal tersebut. Setelah disepakati untuk menukar upal senilai Rp20.900.000 dengan uang asli Rp10 juta, saya mentransfer uang asli Rp10 juta ke rekening Agus melalui bank. Satu bulan kemudian, Agus mengabari agar saya mengambil upal itu ke Jawa Timur,” jelas Slamet Usman.
Sementara itu Didik Purwanto --di hadapan penyidik-- mengaku bahwa dia mendapat uang palsu itu dari rekannya bernama Agus, warga Kotawaringin, Kalimatan Tengah, beberapa waktu lalu, via telepon, setelah mentransfer uang asli ke salah satu bank. Untuk uang palsu sebesar Rp200 juta dibelinya dengan harga Rp100 juta uang asli. “Saya jemput uang itu ke Terminal Kudus. Setelah uang itu saya ambil, saya langsung berangkat ke Muaro Bungo, untuk ketemu Slamet, ” jelas Didik Purwanto.
Terakit peredaran upal, Kapolres Merangin AKBP Munggaran Kartayuga mengakui singkat pengedar upal telah masuk ke Kabupaten Merangin. Pihaknya segera merapatkan barisan, bersama Polda Jambi, untuk mengusut tuntas, siapa saja sindikat, di balik peredaran uang palsu tersebut.      
“Masalah ini perlu kami usut tuntas. Karena banyak rakyat dan pedagang kecil yang jadi korban melaluipenerimaan pembayaran pakai uang palsu,” jelas AKBP Munggaran Kartayuga sembari menambahkan, “Selama ini, saya dengar, sejumlah pedagang kecil mengeluh dan resah, karena barang dagangannya mengalami kerugian, akibat uang palsu yang diterimanya dalam pembayaran.”    
Sebab itu, Kapolres Merangin AKBP Munggaran Kartayuga mengimbau warga masyarakat dan pedagang kecil di Kabupaten Merangin lebih waspada dan berhati-hati dalam menerima uang dari pembeli. Khususnya terhadap uang kertas pecahan Rp50.000 dan Rp100. 000.
Di wilayah Jambi sudah banyak kasus peredaran upal. Belum lama ini terjadi dan menimpa diri warga Suku Anak Dalam (SAD.) Waktu itu warga SAD, suku primitif asli Provinsi Jambi, menerima uang tebusan, dari orang yang menggadaikan mobil, sebsar Rp21 juta. Ternyata uang yang diberikan kepada warga SAD tersebut adalah uang palsu.
Warga SAD yang dinilai masih polos itu ternyata memiliki pembinanya, yakni UPTD SAD. Ketika  warga SAD menunjukkan uang tersebut ke pembinanya, di situlah diketahui bahwa uang yang diberikan oleh penggadai mobil itu adalah uang palsu. Kejadian ini dibenarkan oleh Kepala UPTD SAD Merangin, Afrizal. Karena ketidak-tahuannya, warga SAD dimanfaatkan oleh oknum penggadai mobil, dengan membayar angsuran menggunakan uang palsu.
Terkait dengan kasus uang palsu yang diterima warga SAD, Kasat Reskrim Polres Merangin, AKP Ike Yulianto Wicaksono, membenarkan bahwa ada transaksi uang palsu tersebut. “Mereka (warga SAD) langsung datang melapor ke Polres Merangin,” jelas Ike Yulianto.
“Hingga saat ini, kasus uang palsu itu masih ditindak-lanjuti. Polisi terus mengejar pelaku pengedar uang palsu itu,” jelasnya. Polisi pernah melakukan penyergapan di Kabupaten Sarolangun, tapi para pelaku berhasil kabur. “Kami sudah tahu di mana mereka berada. Tinggal tunggu waktunya saja,” tandas Ike.   
Masalah serupa juga pernah menimpa Nia (24), karyawati Warnet RAPPI di Pasar Muaro Bungo. Menurut Nia, ketika itu ia sedang sibuk melayani pengunjung dan di sela kesibukannya itu ia menerima uang pecahan kertas Rp100.000 lalu mengembalikan sosokannya. Namun ia sedikit curiga atas lembaran Rp100.000 yang diterima. Ternyata lembaran itu uang palsu.
Lalu, Juana (51), warga Kecamatan Bangko, Kebupaten Merangin, yang biasa berjualan bensin eceran di pinggiran jalan Lintas Sumatera tepatnya di depan SPBU Kelurahan Pematang Kandis, Bangko, Merangin, juga sempat jadi korban pembataran dengan uang palsu. Dirinya tertipu oleh konsumen yang sengaja  membeli bensin eceran di tempatnya berjualan dengan menggunakan uang kertas pecahan Rp100.000. “Ketika itu Minggu (24/2/2015) sekitar pukul 21.00 WIB. Kalau diraba memang sama seperti uang asli pada umumnya. Tapi setelah semalaman disimpan, warnanya berubah (pudar),” ujar Juana. Mau dikembalikan, eh si pembayar telah entah ke mana.
Ya, kita mesti hati-hati ketika menerima uang kertas Rp100.000 dan Rp50.000. Mesti kita raba dan terawang apakah sudah sesuai specimen yang dikeluarkan oleh otoritas penerbitan uang kertas. (Sarifah/Djohan, Jambi)

Komentar

Selamat pagi...