Korupsi ternyata tidak hanya lazim dilakukan
beramai-ramai atau bersama-sama, kendati tanggung jawab kerapkali ditimpakan
pada satu orang saja. Rupanya korupsi pun mesti ditutupi dengan perilaku
sejenisnya.
===================
Perjalanan hidup Gubernur Sumatera Utara (Sumut) non-aktif
Gatot Pujo Nugroho seperti episode-episode sinetron yang membuat penonton
penasaran menunggu apa yang bakal terjadi di episode lanjut. Setelah ditetapkan
sebagai tersangka penyuapan hakim PTUN Medan, tersangka korupsi dana bantuan
sosial dan tersangka penyuapan terhadap eks Sekjen NasDem Patrice Rio Capela,
terakhir dia harus menerima sangkaan sebagai pemberi suap para wakil rakyat di
DPRD Sumut.
Selasa (3/11) pekan lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara
resmi menetapkan Gatot Pujo sebagai tersangka pemberi suap kepada anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019.
Gatot disangka memberi suap anggota DPRD Sumut terkait pembahasan APBD
2012-2015 dan penggagalan pengguliran interpelasi. Selain Gatot, ada tiga
tersangka yang diduga menerima uang panas dari Gatot, yakni SB (Saleh Bangun) Ketua
DPRD periode 2009-2014, CHR (Chaidir Ritonga) Wakil Ketua DPRD periode
2009-2014, AJS (Ajib Shah) anggota DPRD periode 2009-2014 yang kini Ketua DPRD
Sumut periode 2014-2019.
"Tersangka GPN selaku Gubernur Sumut, diduga memberi
hadiah atau janji kepada DPRD, sedangkan tersangka penerima adalah SB Ketua
DPRD 2009-2014, CHR wakil ketua DPRD, dan AJS anggota," jelas Pelaksana
Tugas Pimpinan KPK, Johan Budi, Selasa (3/11).
Johan Budi menyatakan masih adanya kemungkinan penambahan
tersangka lain. Namun, sejauh ini KPK baru menetapkan empat orang tersebut
sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga masih mendalami nilai suap yang
diberikan Gatot kepada anggota DPRD Sumut tersebut.
Pihak KPK sudah menggarap kasus ini sejak beberapa bulan
yang lalu dan telah meminta keterangan beberapa pihak yang diduga terkait
dengan kasus tersebut, di antaranya adalah wakil gubernur Sumut Tengku Erry,
Ketua DPRD Sumut Ajib Syah dan sekitar 50 orang anggota DPRD Sumut serta Gatot
Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti.
Sebelumnya, Istri Pelaksana Tugas Gubernur Sumut Tengku
Erry, Evi Diana, juga menjadi salah satu penerima uang pelicin tersebut. Namun,
menurut pengakuan Tengku Erry, istrinya telah mengembalikan uang tersebut ke
KPK.
Dalam penggeledahan KPK di kantor DPRD Sumatra Utara
beberapa waktu yang lalu terkait kasus dugaan suap hakim PTUN Medan, penyidik menemukan dokumen terkait pengajuan
interpelasi DPRD terhadap Gubernur Sumatera Utara, yang juga tersangka
kasus suap hakim PTUN Medan, Gatot Pujo Nugroho.
Sebagaimana telah ramai diberitakan, DPRD Sumut pernah mengajukan
hak interpelasi atas Gatot Pujo Nugroho. Salah satu poin yang dibahas adalah
soal penyalah-gunaan dana bansos. Namun pada saat dibahas ke paripurna, hak
interpelasi tersebut gagal. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang
menolak penggunaan hak tersebut, sisanya 35 orang menyatakan setuju dan satu
orang abstain. Ada dugaan pembatalan tersebut dikarenakan Gatot membagikan uang
kepada para anggota DPRD.
Terkait perbuatannya, Gatot Pujo Nugroho disangkakan
melanggar pasal 5 ayat 1 a atau b atau pasal 13 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55
ayat 1 ke 1 KUHP. Sedangkan Saleh Bangun, Ajib Shah, dan Chaidir Ritonga
disangkakan melanggar pasal 2 a atau b atau pasal 11 jo pasal 64 ayat 1 jo
pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara tersangka SB, CHR, dan AJS sebagai penerima disangka
melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat
1 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sehari sebelum KPK resmi menyatakan status tersangka kepada
Gatot Pujo atas dugaan suap anggota DPR Sumut, Kejaksaan Agung pun unjuk gigi
dengan menetapkan Gubernur non-aktif Sumatera Utara itu sebagai tersangka
dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun anggaran 2013-2014.
Kejaksaan Agung menyatakan telah menemukan bukti kuat
tentang keterlibatan Gatot. Apa peran Gatot dalam tindak pidana korupsi
tersebut? "Pak Gatot tidak melakukan verifikasi terhadap penerima-penerima
hibah," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah di kantornya,
Senin (2/11) lalu. Akibatnya, lanjut Arminsyah, dana bansos tak tepat sasaran
serta menyebabkan kerugian negara senilai total ratusan miliar rupiah. Namun,
angka itu merupakan perhitungan kejaksaan, bukan BPK.
Sementara itu, seperti dilansir dari Antara, Gatot
diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,2 miliar. Kejaksaan menduga
Gatot juga merekayasa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pengelola dana
bansos.
Selain Gatot, Kejaksaan menetapkan pula eks Kepala Badan
Kesbanglinmas Pemprov Sumut, Eddy Sofyan, sebagai tersangka.
Arminsyah menjelaskan, Eddy berperan meloloskan data
penerima bansos kendati belum melengkapi syarat prosedur yang berlaku.
Penetapan keduanya sebagai tersangka melalui serangkaian proses penyelidikan
dan penyidikan yang panjang.
Sejauh ini, sudah ada 274 saksi yang diperiksa, baik dari
pejabat di lingkungan Pemprov Sumut maupun penerima dana bansos.
Selanjutnya, penyidik akan memeriksa Gatot dan Eddy. Untuk
memeriksa Gatot, Kejaksaan akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Sebab, Gatot saat ini merupakan tahanan KPK dan ditetapkan
sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap hakim PTUN Medan. Rencananya,
penyidik Kejagung akan memeriksa Gatot pada pekan depan.
"Karena saat ini, tersangka Gatot dalam penahanan KPK,
tentunya kami minta izin ke KPK," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Khusus Arminsyah.
Setali tiga uang, KPK pun mengaku akan melakukan koordinasi
dengan Kejaksaan Agung terkait pemeriksaan Gubernur Sumatra Utara non-aktif
Gatot Pujo Nugroho yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana
bantuan sosial oleh Kejagung.
"Koordinasi seperti ini sudah rutin dalam rangka
koordinasi supervisi KPK kepada Kejaksaan Agung, jadi sama sekali tidak ada
kendala," kata pelaksana tugas (plt) Wakil Ketua KPK Indriyanti Seno Adji,
Selasa (3/11).
Jampidsus Arminsyah juga memastikan bakal ada tersangka lain
selain Gatot dan Eddy. Namun, Arminsyah memilih menunggu bukti yang cukup
sebelum mengungkapkannya. Kita tinggu apakah masih ada episode lain dengan
cerita perilaku korup pun harus ditutupi dengan tindakan korup pula. (*)
Komentar
Posting Komentar