TNI AU Beli Heli VVIP


Hasil gambar untuk heli aw 101

Kendati telah direncanakan pembeliannya sebelum Joko Widodo dilantik menjadi Presiden RI pada 2014, pembelian helikopter VVIP oleh TNI AU tetap menuai pro-kontra. Terlebih di tengah krisis yang tak jelas kapan bakal berakhir ini.
============

Belum hilang isu #PapaMintaSaham sebagai sindiran atas ulah Ketua DPR Setya Novanto, kini muncul isu seputar pembelian heli untuk VVIP yang harganya lebih dari Rp800 miliar (55 juta dolar AS) yang dikaitkan dengan permintaan Presiden RI Joko Widodo. Gara-gara aksi itu Jokowi pun jadi bulan-bulanan di twitter. Lewat tagar #PapaMintaHelikopter para netizen ramai-ramai mem-bully sang presiden.

Banyak yang membandingkan, saat SBY memerintah baru bisa memiliki pesawat kepresidenan setelah delapan tahun menjabat, sementara Presiden Jokowi yang baru menjabat setahun sudah bisa memiliki helikopter mewah.

Padahal, pengadaan heli itu bukan permintaah Presiden Jokowi tapi telah lama direncanakan oleh TNI Angkatan Udara (AU). Pembelian itu sebagai bagian dari rencana strategis TNI Angkatan Udara 2015-2019 untuk memperbarui alat utama sistem senjata (alutsista). Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna mengatakan TNI AU membeli tiga helikopter untuk "very very important person" (VVIP) seperti yang telah tercantum dalam rencana strategis TNI AU 2015-2019. Heli canggih ini akan menggantikan heli Super Puma buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) yang telah berumur.

"Untuk sementara dengan anggaran renstra, kita akan membeli tiga unit helikopter untuk skadron udara VVIP," kata KSAU di sela-sela acara Silaturahmi dan Makan Bersama Media Massa di Wisma Angkasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (24/11), seperti dilansir Kantor Berita Antara.

Menurut dia, rencana pembelian helikopter AgustaWestland AW-101 yang canggih dan modern itu murni merupakan hasil kajian dari Skadron Udara VVIP yang kemudian dikaji di Mabes TNI. "Setelah dikaji dengan baik, saya memutuskan untuk membeli helikopter VVIP. Ini merupakan hasil kajian kita," kata Agus.

Terkait permintaan agar helikopter itu dipasang antipeluru, kata KSAU yang juga Komisaris Utama PT DI, akan dilihat lagi anggarannya. Bila mencukupi, bisa saja dipasang antipeluru, antijamming, dan antirudal. "Kalau helikopter presiden AS dipasang segala macam, dengan anggaran bisa mencapai 120 juta dolar AS," katanya.

Pembelian helikopter VVIP yang diperuntukkan bagi presiden, wakil presiden, pejabat tinggi negara dan tamu negara itu lebih mengutamakan safety (keamanan) dan kenyamanannya.

"Kalau tidak safety, dan nanti terjadi apa-apa, maka saya yang bertanggung-jawab. Oleh karena itu, saya minta agar helikopternya safety," tutur KSAU.

Dia berharap satu unit Helikopter AW-01 tiba pada tahun 2016. "Insyaa Allah, sebelum 9 April 2016, helikopter tersebut sudah tiba di Tanah Air," ucapnya.

Hingga 2019, TNI AU ditargetkan memiliki enam helikopter AgustaWestland AW-101. Pembelian setengah lusin helikopter itu dilaksanakan secara bertahap.

Saat ini perakitan satu helikopter AgustaWestland AW-101 yang dipesan TNI AU telah mencapai tahap akhir. Sebelum pembayaran dan pengiriman, TNI AU akan menerbangkan sejumlah pilot dan teknisi dari Skuadron Udara 45 ke pabrik AgustaWestland untuk mempelajari cara kerja AW-101. Setibanya di Halim Perdanakusuma, helikopter AgustaWesland AW-101 itu akan diserahkan kepada Skuadron Udara 45.

Helikopter AW-101 ini helikopter angkut menengah antikapal selam yang dapat digunakan untuk kepentingan militer dan sipil. AgustaWestland AW-101 dikembangkan oleh perusahaan patungan Westland Helicopters asal Inggris dan Agusta asal Italia. Helikopter ini diproduksi untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata angkatan laut modern.

Selama ini, sejumlah pejabat negara, termasuk Presiden RI mengunakan Helikopter Super Puma yang dioperasikan oleh Skuadron 17 VIP TNI AU yang bermarkas di Pangkalan Udara Utama Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, sebelum kemudian dirawat dan dioperasikan oleh Skuadron 45 VIP yang juga bermarkas di Halim.

Skuadron 17 dan 45 tersebut merupakan skuadron khusus yang menerbangkan pesawat-pesawat atau helikopter-helikopter untuk VIP dan VVIP. Skuadron 17 misalnya pernah membawa Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon dengan Boeing 737. Sementara Skuadron 45 mengkhususkan pada pengoperasian helikopter atau rotary wing aircraft.

Agus Supriatna menegaskan, pengadaan heli AW-101 itu bukan oleh Sekretariat Negara (Setneg) seperti Helikopter Super Puma "Heli Super Puma pengadaannya oleh Setneg, tapi dioperasionalkan oleh TNI AU," kata KSAU.

Meski isu heli mewah ini pesanan Presiden Jokowi telah ditepis, namun anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Mayjen TNI Purn TB Hasanuddin, menilai pembelian pesawat heli AW-101 kelewat mahal. Sebaiknya Pemerintah membeli heli Super Puma buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) seharga 35 juta dolar AS.

Bahkan, Super Puma bisa dilengkapi seperti AgustaWestland W-101,dengan menambah FLIR (forward looking infrared), chaff and flare dispencer (proteksi/anti peluru kendali), infra red jammer dan laser warning.

“Semua alat tersebut diperkirakan seharga 5 juta dolar AS. Sehingga harga satu unit Super Puma maksimal sekitar USD 40 juta,” jelas TB Hasanuddin sebagaimana dikutip www.lensaindonesia.com.

Negara jadi untung 30 persen dari harga dasar, dan mempekerjakan minimal 700 orang selama setahun, dengan investasi skill untuk anak bangsa yang terus berkembang. “Selain itu, layanan purna jual seperti perawatan dan pengadaan suku cadangnya pun akan lebih murah dan terjamin,” ujar Ketua DPD PDIP Jawa Barat itu. Sementara untuk suku cadang AgustaWestland pasti akan lebih mahal dalam status impor dan tak ada jaminan tidak diembargo.

Kang TB berpendapat pengadaan heli VVIP ini akan lebih bijak bila menggunakan produk dalam negeri sesuai dengan amanah UU No 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. “Pasal 43 tertulis, tidak dibenarkan membeli alat pertahanan dan keamanan dari luar negeri selama negara sudah mampu memproduksinya,” ujarnya.

Rasanya sulit kita berharap pada petinggi Negara untuk berpihak pada pabrikan dalam negeri yang sesungguhnya tidak kalah dibandingkan pabrikan mancanegara. (BN)

Komentar

Selamat pagi...