Bermula dari soal yang terkesan sepele, warga dua desa di Merangin, Jambi,
terlibat bentrok. Warga baru kembali berdamai setelah bupati turun tangan.
===========
Warga
Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, terlibat
bentrok dengan warga Suku Anak Dalam (SAD), Selasa (15/12) sore. Peristiwa
berawal saat warga Kungkai, sebut saja Jaya (12), pulang berobat dari Kota
Jambi. Di satu tempat di pinggir jalan, Jaya yang disebut-sebut mengalami
gangguan jiwa itu meludah dan kebetulan ada warga SAD tengah melintas dengan
sepeda motornya. Lantaran tersinggung, warga SAD atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Suku Kubu, langsung memukuli pemuda itu.
Tidak dapat
menerima salah seorang warganya dipukuli, sekitar seratus warga Desa Kungkai
bersenjata parang dan pisau mendatangi pondok Suku Anak Dalam di dalam hutan.
Jarak antara Desa Kungkai dan hutan sekitar satu kilometer.
Melihat
ratusan orang berdatangan, warga Suku Anak Dalam yang berjumlah sekitar 20
orang itu berupaya lari masuk hutan sambil membawa senjata api rakitan. Sembari
menghindar, mereka melepaskan tembakan ke arah warga Desa Kungkai yang
mengepung. Menurut pengakuan warga, sedikitnya terdengar empat kali suara
letusan senjata.
Tembakan
itu mengenai kepala warga bernama Darmawis, 48 tahun, dan pinggul Koko, 21
tahun. Korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kolonel Abunjani di
Bangko, Ibu Kota Kabupaten Merangin. Namun nyawa Darmawis tak tertolong. Untuk
melampiaskan kemarahannya, warga Desa Kungkai kemudian membakar delapan sepeda motor
dan 12 pondok yang menjadi tempat tinggal Suku Anak Dalam.
Kepala
Polisi Resor Merangin Ajun Komisaris Besar Mungaran Kartayuga membenarkan bahwa
bentrokan itu disebabkan oleh ulah warga Desa Kungkai yang meludah di depan
Suku Anak Dalam. "Memang bagi kita meludah itu hal sepele, tapi bagi Suku
Anak Dalam itu bentuk penghinaan," ujarnya.
Menurut
Mungaran, situasi di lokasi bentrokan sudah relatif kondusif. Polisi, kata dia,
terus mengejar pelaku penembakan yang bersembunyi di dalam hutan. "Kami
minta mereka menyerahkan diri, kami menjamin keselamatan mereka," katanya,
Rabu (16/12).
Bupati
Merangin, Al Haris, menuturkan permukiman Suku Anak Dalam yang berdekatan
dengan Desa Kungkai tidak mungkin dipertahankan. Haris akan berupaya
memindahkan permukiman tersebut ke kawasan hutan. "Karena konflik antara
warga Kungkai dan Suku Anak Dalam sering terjadi. Selama lima tahun terakhir
ini sudah tiga kali," ungkapnya.
Bersama
Kapolda Jambi Brigjen Pol Lutfi Lubihanto, Danrem 042/Gapu Jambi Kol Inf
Makmur, Kapolres Merangin AKBP Munggaran, Dandim 0420/Sarko Letkol Inf Budiawan
Basuki dan Kajari Bangko Sri Respatini serta Sekda Merangin Sibawaihi, Bupati
Jambi Al Haris berusaha mendamaikan warganya yang terlibat bentrokan tersebut.
Dia mempertemukan perwakilan warga SAD dan warga Kungkai di ruang Pola Kantor
Bupati.
"Alhamdulillah
setelah dipertemukan antara perwakilan SAD dan warga Kungkai di ruang Pola
Kantor Bupati, telah ada enam poin kesepakatan damai antara kedua belah
pihak," kata Bupati Merangin, Al Haris, di Merangin, Kamis (17/12).
Terdapat
enam poin kesepakatan dalam perdamaian tersebut. Poin pertama, kata Bupati,
kedua belah pihak sepakat menjaga perdamaian dan tidak saling serang. Poin
kedua, bahwa kedua belah pihak akan
menghargai proses hukum yang sedang dilakukan oleh pihak Polri.
Poin
ketiga, lanjut Bupati, kedua belah pihak tidak akan membawa senjata (Kecepek)
dan senjata tajam lainnya di tempat-tempat umum yang akan membahayakan
masyarakat lain. "Kita sangat lega, karena kedua belah pihak juga sanggup
mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku dan bersedia menerima saksi,
jika melanggar," ujar Bupati.
Poin berikutnya,
apabila ada permasalahan sekecil apapun, maka akan diselesaikan secara
musyarawarah mufakat oleh tokoh masyarakat dan Tumenggung SAD setempat. Dan
poin terakhir, warga SAD bersedia membayar hukum adat. "Luko dipapeh,
mati dibangun (luka dipapah mati dibangun). Ini sesuai dengan hukum adat
Kabupaten Merangin," kata Bupati menjelaskan.
Usai
pertemuan berujung damai yang dihadiri berbagai elemen masyarakat
tersebut, dilakukan pula penyerahan tiga
unit senjata (Kecepek) dari warga SAD ke Polres Merangin.
Sebelumnya, bersama Kapolda,
Danrem 042/Gapu, Kapolres Merangin dan Dandim 0420/Sarko serta rombongan,
Bupati Al Haris meninjau pemukiman SAD di perkebunan sawit milik PT SAL di Desa
Sinar Gading Kecamatan Tabir Seatan. Di pemukiman itulah warga SAD yang bentrok
dengan warga Kungkai mengungsi. Bupati sempat mengabsen satu per satu warga SAD
yang berada di kawasan tersebut. (Syarifah dan Djohan, Jambi)
Boks:
Riwayat
Panjang Konflik SAD dan Warga
Merujuk
pada catatan Komunitas Konservasi
Indonesia Warsi, konflik yang terjadi antara warga Suku Anak Dalam (SAD)
dan warga desa di Provinsi Jambi sudah memakan korban sedikitnya 14 orang
meninggal sejak 1999.
"Berdasarkan
catatan kami sejak tahun 1999, sudah tujuh kali terjadi bentrok antara warga
SAD atau Orang RimbaH dan warga desa. Sebanyak 14 orang harus meregang nyawa,
13 orang yang meninggal itu di antaranya dari pihak Orang Rimbah dan satu orang
warga Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, pada Selasa lalu,"
kata Direktur Komunikasi KKI Warsi, Rudi Syaf, seperti dikutip Tempo,
Rabu (16/12).
Kejadian
yang paling menghebohkan adalah pada tahun 2000. Saat itu terjadi perampokan
dan pemerkosaan terhadap Orang Rimbah yang bermukim di kawasan Nalo Tantan.
Dalam kasus tersebut, tujuh Orang Rimbah meninggal. Sedangkan tiga pelaku sudah
divonis hukuman mati dan tinggal menunggu eksekusi. "Baru satu kasus
inilah yang diselesaikan secara hukum pidana, selebihnya melalui hukum
adat," ungkapnya.
Menurut
Rudi, konflik yang melibatkan Orang Rimbah di Provinsi Jambi, termasuk yang
terakhir dengan warga Desa Kungkai ini, bukanlah hal aneh. Sebab, pada
prinsipnya di antara kedua belah pihak sudah menyimpan dendam sehingga tinggal
menunggu pecah saja.
"Ini
terjadi, menurut kami, karena memang kedua belah pihak tidak bisa berdampingan
akibat latar belakang budaya yang jauh berbeda. Bisa disatukan jika memang
pemerintah membangun kesetaraan hidup di antara mereka dan memberi penyuluhan
secara terpadu, bahwa kedua belah pihak itu bersaudara dan sama-sama warga
negara Indonesia," terang Rudi.
Warsi
sendiri, kata Rudi, sudah memberikan tawaran kepada pemerintah mengenai upaya
menghindari konflik berkepanjangan ini. Salah satunya adalah harus membangun
kawasan terpadu bagi Orang Rimbah dengan membangun rumah serta memberi lahan
pertanian. "Ini menjawab pernyataan Bupati Merangin Al Haris yang
menyatakan ingin memindahkan Orang Rimbah yang bermukim di dekat Desa
Kungkai," ujarnya.
Antara
permukiman Orang Rimbah dan warga Desa Kungkai hanya berbatas Sungai Kungkai.
Kondisi kehidupan Orang Rimbah untuk mencari nafkah sudah sangat terdesak,
mengingat kawasan hutan di daerah ini sebagian besar sudah dikuasai perusahaan
perkebunan sawit, tambang emas, dan kawasan transmigrasi.
Kawasan
itu, ujar Rudi, merupakan daerah pelintasan bagi warga Orang Rimbah sejak zaman
nenek moyang mereka dulu. Warga Orang Rimbah yang bermukim di wilayah Provinsi
Jambi sebanyak 3.900 jiwa. Mereka hidup menyebar di kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas, Taman Nasional Bukit Tigapuluh, dan sepanjang jalan jalur
lintas Sumatera, mulai Kecamatan Singkut, Kabupaten Sarolangun Jambi hingga ke
Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. (*)
Komentar
Posting Komentar