Dualisme kepengurusan organisasi selalu saja
mendatangkan persoalan. Ada adu kuat legalitas. Ujung-ujungnya tuding-menuding
dugaan korupsi.
===========
Lama tak muncul ke publik, muncul kabar mantan Ketua DPR
Marzuki Alie dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tudingan
menggunakan dana kegiatan pra-PON cabang olah raga tenis meja (pingpong) secara
tidak sah. Tak tanggung-tanggung, Marzuki dituduh menggunakan anggaran yang
bersumber dari APBN itu selama dua tahun tanpa kejelasan pertanggung-jawaban.
Susahnya, wadah organisasi cabang olah raga pingpong,
Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) dilanda konflik. Pertama
kepengurusan PTMSI versi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang dipimpin oleh
Komjen (Pur) Oegroseno. Dan kedua, kepengurusan PTMSI yang direstui Komite
Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang diketuai oleh mantan Ketua DPR Marzuki
Alie.
Dualisme kepengurusan PTMSI ini sempat masuk ke ranah hukum.
Kepengurusan Oegroseno dimenangkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta
pada September 2014. Sedangkan, kepengurusan yang disahkan dengan SK KONI Pusat
adalah PTMSI yang dipimpin Marzuki Alie. Dan, hingga kini KONI tidak melantik
kepengurusan yang dipimpin Oegroseno.
Repotnya, anggaran pembinaan atlet pingpong yang bersumber
dari APBN mengucur ke PTMSI pimpinan Marzuki Alie. Sebab itulah, Oegroseno
melaporkan dugaan tindak pidana korupsi kegiatan cabang olahraga pingpong pra
Pekan Olahraga Nasional (PON) Bandung ke KPK. Kegiatan itu dihadiri tim tenis
meja yang dipimpin Marzuki Alie.
“Tenis meja ini sudah dua tahun tidak ada kepastian, kasihan
atlet. Saya akan sampaikan kepada KPK terkait biaya penggunaannya. Ini kan
menggunakan biaya APBN, tapi tidak digunakan sebaik-baiknya, kasihan uang
rakyat,” kata Oegroseno di gedung KPK Jakarta, belum lama ini.
Belum lama ini PTMSI kedua versi itu menggelar kegiatan
pra-PON. Kepengurusan di bawah Oegroseno mengelar pra-PON di Bali. Sedangkan
Pengurus Besar PTMSI yang diketuai Marzuki Alie mengelar pra-PON di Bandung. Kedua
pra-PON dilangsungkan pada Oktober 2015.
“Yang saya laporkan di sini adalah pelaksanaan. Kegiatan
pra-PON tenis meja kemarin itu ada di Bandung dan saya juga melaksanakan dengan
biaya sendiri di Bali. Tapi anggaran itu tidak jelas karena yang sah menurut
hukum adalah kepengurusan PB PTMSI saya, tapi kenapa uang diberikan (kepada)
yang ilegal,” ujar Oegroseno.
Uang tersebut diberikan ke kubu Marzuki Ali sudah selama 2
tahun. Berapa dana yang diduga dikorupsi kepengurusan versi Marzuki Alie? “Saya tidak tahu anggarannya, saya tidak
pernah lihat itu, tapi kita di Bali hampir Rp1 miliar, itu pun sudah mengirit
karena dibantu hotel dan tiket,” ujar Oegroseno.
Selain melaporkan Marzuki Alie, mantan Wakil Kapolri ini
juga melaporkan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pimpinan Tono
Suratman ke lembaga antikorupsi. Sebab, KONI memberikan dana APBN buat
kepengurusan yang tidak sah. "Kenapa yang diberikan yang ilegal,"
tegas dia.
Menurut Oegroseno, hingga saat ini belum ada tanggapan dari
KONI Pusat terkait persoalan ini. Bukan hanya dirinya saja yang meminta
kejelasan dari KONI, tapi juga Menpora telah menyurati KONI untuk menaati
putusan PTUN itu.
"Tidak pernah ada tanggapan, jadi saya pengurus pusat
PTMSI menyerahkan kepada hukum melalui PTUN, kemudian setelah ada putusan yang inkracht
saya buat surat kepada Ketua KONI tapi tidak ditanggapi. Menpora sudah
memberikan surat kepada Ketua KONI agar menaati putusan PTUN, tapi tidak
ditanggapi," jelas Oegroseno.
Kegiatan tenis meja yang berada di bawah kepemimpinannya,
menurut Oegroseno, tak menggunakan biaya dari negara. Menurutnya, seluruh
kegiatan tersebut dibiayai dengan anggaran dari beberapa rekan yang dia kenal
dan dirinya sendiri.
Dihungi terpisah, Ketua KONI Tono Suratman menyayangkan
laporan Oegroseno ke KPK. ”Tuduhan itu keliru dan di luar pemahaman saya,” kata
Tono seperti dikutip http://batampos.co.id.
Menurut Tono, KONI tidak pernah menyalurkan anggaran pra-PON
2016 ke cabang-cabang olah raga. “Termasuk PB PTMSI. Karena soal itu (anggaran
pra PON) itu wilayahnya PB PON (Panitia Besar) dan Kemenpora,” katanya, Selasa
(17/11).
Dikatakan, fungsi KONI adalah pengawasan dan bukan
menyalurkan anggaran. Soal dana yang diterima PTMSI versi yang mana, menurut
Tono, anggaran pembinaan disalurkan lewat KONI ke masing-masing cabang olahraga
dengan mengacu pada dasar hukum keabsahan di Kemenpora dan Satlak Prima.
Sejauh ini, ujar Tono, Kemenpora dan Satlak Prima menunjuk
SK Kepengurusan PB PTMSI yang sah adalah yang dipimpin Marzuki Alie. Sebab itu,
lanjutnya, menjadi tak soal jika KONI hanya menyalurkan anggaran pembinaan ke
kepengurusan PP PTMSI yang diakui pemerintah.
“Karena selama ini juga kan Kemenpora dan Satlak (Prima)
hanya mengakui yang versinya Pak Marzuki Alie. Karena yang punya Pak Oegroseno
masih dalam proses hukum,” kata Tono.
Di bagian lain, Kemenpora justru meminta KONI mengakui
kepengurusan PB PTMSI versi Oegroseno. Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi
Djoko Pekik menegaskan, keabsahan kepengurusan pengurus induk cabang tenis meja
itu sudah inkracht (17/11).
Djoko mengatakan instruksi tersebut sudah pernah dia
layangkan pada 22 Oktober lalu lewat surat pemberitahuan soal posisi Oegroseno
sebagai Ketua Umum PB PTMSI. “Menpora sudah mengirimkan surat. Isinya meminta
KONI patuh kepada putusan Mahkamah Agung,” pungkasnya.
Sekadar catatan, Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh
Indonesia (PB PTMSI) versi Ketua Umum Komjen Oegroseno periode 2013-2017 Hasil
Munaslub 23 Pengprov telah menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang
dihadiri oleh 24 Pengrov PTMSI di Jakarta, Sabtu (15/2/2014). Meski tak diakui
KONI Pusat, kepengurusan tersebut harus tetap berjalan.
Menurut Ketua Harian PTMSI 24 Pengrov Hanif Rusjdi, mereka
telah membahas beberapa program kerja untuk 2014 dan kebulatan tekad yang di
buat oleh 24 pengprov. Deklarasi itu intinya menyatakan secara tegas memberikan
dukungan penuh kepada Oegroseno sebagai Ketum PB PTMSI 2013-2017 dan menyatakan
kepemimpinan sah dan final. "Kami juga menilai bahwa Munas yang digelar
oleh caretaker bentukan KONI Pusat tidak sah. Karena dianggap tidak
memenuhi kuorum," ucap Hanif.
Sementara itu, PTMSI pimpinan Marzuki Alie PTMSI juga
menggelar muswarah nasional (Munas) awal Februari 2014 dan hanya dihadiri oleh
13 pengprov. Namun, ada beberapa hal yang janggal dari hasil tersebut.
Yang jelas, Hanif sangat berharap kepada Menteri Pemuda dan
Olahraga (waktu itu) Roy Suryo dapat bertindak tegas akan kekisruhan yang
terjadi di tubuh PB PTMSI dan mengerti secara betul mengenai peraturan yang ada
di PB PTMSI. Sehingga, tidak terjadi dualisme kepemimpinan.
"Menpora kita harus tegas, dan harus melihat aturan
yang ada di tubuh PB PTMSI. Karena kepengurusan Mazuki dipertanyakan karena
tidak sesuai dengan AD ART PB PTMSI," ucap Hanif ketika itu.
Dualisme tak hanya menimpa kepengurusan partai politik.
Kepengurusan cabang olahraga juga dilanda konflik. Dan atlet lah yang menjadi
korban. (BN)
Komentar
Posting Komentar