Kendati kapal ikan asing illegal itu telah balik
nama ke perusahaan lokal, tetap saja pemilik asing berusaha mati-matian membawa
pulang milik mereka. Dengan mengerahkan ABK yang terampil, kapal-kapal
eks-asing itu dibawa kabur.
=================
Satgas 115 (Satgas IUU Fishing) terus mengusut kasus
pelarian sembilan kapal perikanan eks asing asal Tiongkok oleh 39 anak buah
kapal (ABK) berkewarganegaraan China dari Pelabuhan Pomako, Timika, Papua, pada
30 Desember 2015 lalu. Kasus ini dinilai penting, lantaran membuktikan dugaan
penggunaan kapal ikan eks asing merupakan salah satu modus kejahatan perikanan
yang dilakukan perusahaan lokal.
Informasi pelarian kapal-kapal tersebut berawal dari laporan
tertulis direksi Grup Minamata, pemilik kapal-kapal itu, pada tanggal 4 Januari
2016 kepada Kepolisian setempat, Satker PSDKP Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), dan Lantanal TNI AL Timika. Sembilan kapal tersebut berada
kawasan di Pelabuhan Pomako, Timika, namun tidak bersandar, karena belum
memeroleh izin tangkap, semenjak dilakukan moratorium izin kapal eks asing oleh
KKP.
“Sebelumnya (Grup) Minamata bilang itu kapal kami, tapi
setelah kejadian ini dia bilang itu kapal eks Tiongkok. Semua kapal eks asing
yang terdaftar di KKP, pemiliknya orang Indonesia, berbendera Indonesia, nah
apakah benar itu kepemilikannya, ini harus ditelusuri,” ujar Menteri Susi dalam
konferensi pers di kantor Satgas 115, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan keterangan Grup Minamata, lanjut Susi,
sebelumnya ada delapan orang ditugaskan untuk menjaga kapal-kapal tersebut,
sedangkan 31 orang lainnya baru didatangkan dari Tiongkok ke Timika pada 22 dan
24 Desember 2015. Kedatangan ABK itu untuk menjaga kapal, menggantikan rekan
mereka yang telah pulang ke negara asal.
Penyelidikan yang dilakukan oleh tim Satgas 115 terhadap
satuan kerja PSDKP Timika, Lanal TNI AL, Kantor Wilayah Imigrasi, Syahbandar,
dan pimpinan serta pegawai perusahaan di Timika menyatakan, pihak perusahaan
dengan sengaja memasukkan sejumlah 31 ABK berkewarganegaraan Tiongkok tanpa
melalui prosedur perizinan yang benar. Selain itu, kata Susi, pengawasan
terhadap kapal-kapal eks asing yang berada di Timika tidak dilakukan secara
optimal.
Menteri Susi Pudjiastuti mengakui sembilan kapal eks asing
asal Tiongkok yang dibawa lari anak buah kapal (ABK) pada 30 Desember 2015 lalu
akibat kelalaian lembaganya. Menurut penyelidikan sementara, kata Susi,
diketahui ada 39 anak buah kapal yang mendekati kapal ketika pengamanan tengah
terpusat pada persiapan kedatangan Presiden Jokowi ke Papua.
Susi berjanji pihaknya bakal mengusut tuntas kejadian
tersebut hingga selesai dan tidak akan terulang. “Bisa saja kita dibilang
teledor, kurang perhatian. Tetapi memang pengawasan kita di semua pelabuhan itu
seluruh Indonesia tidak bisa 24 jam," sesal Susi Pudjiastuti.
Susi melanjutkan, "Kejadian ini merupakan satu
pelajaran yang sangat tidak enak untuk kita. Dan kita akan tingkatkan
pengamanan. Kemarin sebenarnya rencananya bakal kita cabut mesin-mesinnya
supaya tidak bisa kabur. Yang kedua ya bisa saja ada kaitan permainan di bawah
juga mungkin dan itu akan kita selidiki dan investigasi."
Menteri Kelautan Dan Perikanan (KKP) menambahkan, pihaknya
bakal melibatkan interpol untuk menangkap kesembilan kapal tersebut. Selain
itu, Kementerian juga bakal meningkatkan
kerjasama internasional untuk mendeteksi pergerakan kapal-kapal yang dilarikan
itu. Kerjasama dilakukan dengan negara-negara yang memiliki satelit pemantauan
yang lebih mutakhir, seperti Amerika, Australia, dan Norwegia.
Susi Pudjiastuti menyebut hilangnya 9 kapal eks asing oleh
ABK China sebagai pelanggaran kedaulatan serius. "Yang dilakukan ABK asal
Tiongkok sangat tidak menghormati negara kita. Kita sangat tidak senang, saya
akan kirim surat komplain ke Duta Besar (Dubes) China apa yang dilakukan kru
kapal China yang datang dan bawa lari 9 kapal," tegasnya.
Susi melanjutkan, tindakan ABK tersebut jelas merusak
kepercayaan (goodwill) pada China. Padahal, menurut Susi, dirinya telah
bertemu Dubes China beberapa waktu lalu membahas masalah penyelesaian
kapal-kapal eks China yang ditahan karena dilarang beroperasi di Indonesia.
"Hal ini jelas tidak menghormati goodwill saat
saya sudah bertemu Dubes China. Bayangkan kapal-kapal sebesar itu seenaknya
keluar masuk, padahal mereka ini kapal asing yang curi ikan di kita. Ini
pukulan luar biasa buat Satgas 115 dan kedaulatan Indonesia. Maling kabur
seenaknya sendiri," ujarnya.
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan Dan
Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan
dinilai paling bertanggungjawab
atas hilangnya 9 kapal eks asing sitaan. Menurut Ketua Satgas 115 Illegal
Fishing Mas Achmad Santosa, hilangnya 9 kapal karena pengawasan yang lemah
terkait kapal-kapal eks asing yang masih dalam tahap pemeriksaan dan
penyelidikan terkait perizinannya.
Kata dia, kapal-kapal yang diperiksa selama ini tidak bisa
dilumpuhkan karena belum memiliki kekuatan hukum tetap untuk menyita dan menahan
kapal tersebut. "Ini kapal-kapal eks asing jumlahnya ada 724, kabur 9 jadi
715 ada di 26 pelabuhan. Jadi harus dipantau semuanya," jelas Ketua Satgas
Illegal Fishing Mas Achmad Santosa seperti dikutip KBR, Senin (11/1).
Achmad melanjutkan, "Pengawasannya harus diperketat.
Yang paling penting pengawasannya ada di PSDKP. Kapal itukan sebetulnya tidak
bisa jalan karena kebijakan KKP. KKP kan punya PSDKP."
Dia menambahkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah
melakukan koordinasi dengan TNI, Polri, Interpol dan petugas keamanan
negara-negara tetangga seperti Australia, Filipina, Papua Nugini. Dia menduga
kapal itu melarikan diri ke negara asalnya Tiongkok.
Sekadar informasi, dari hasil analisis dan evaluasi Satgas
Illegal Fishing, 9 kapal tersebut ditahan karena melakukan 9 pelanggaran,
termasuk mempekerjakan ABK asing, berbendera ganda, dan izin sudah habis.
Berikut 9 kapal eks asing asal China yang dibawa kabur: KM Kofiau 19 C/S JZBB
berat 310 GT, KM Kofiau 15 C/S YEB 4835 berat 298 GT, KM Kofiau 16 C/S YEB 4736
berat 298 GT, KM Kofiau 17 C/S YEB 6520 berat 298 GT, KM Kofiau 18 C/S JZBA
berat 310 GT, KM Kofiau 49 C/S YEB 4738 berat 298 GT, KM Ombre 50 C/S JZCF
berat 310 GT, KM Ombre 51 C/S JZCG berat 310 GT, dan KM Ombre 52 C/S JZCH berat
310 GT. (BN)
Boks:
Sampai Presiden Bilang “Cukup”
Selama ini cukup tampak banyak kapal ikan asing yang
tertangkap melakukan penangkapan ikan secara illegal yang ditenggelamkan.
Terutama yang telah memperoleh keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan,
pemberantasan terhadap illegal fishing bukan aksi temporer. Malah
kementerian teknis dan koordinatornya tengah mengusulkan agar Presiden Joko
Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) agar penanganan illegal
fishing lebih cepat.
Terkait apakah kapal ilegal yang ditangkap akan kembali
ditenggelamkan, Susi menyebutkan bahwa itu perkara lain. “Tentu (ditenggelamkan
atau tidak) tergantung perintah Presiden. Kalau Presiden merasa cukup, tinggal
sita untuk negara, ya kita sita untuk negara,” kata Susi Pudjiastuti belum lama
ini.
Lebih lanjut Susi menuturkan, sejumlah kapal yang berhasil
ditangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini masih ada di
Pontianak. Susi mengaku belum mendapat laporan perkembangan pengadilan, apakah
sudah dinyatakan inkracht. “Kalau sudah, lalu Presiden tidak minta
ditenggelamkan, ya akan saya bagikan kepada Pemda yang membutuhkan kapal latih,
itu saja,” ujarnya.
Komentar
Posting Komentar