Jadi
mantan pejabat atau wakil rakyat di negeri sungguh menyesakkan. Harus siap
wira-wiri ke polisi atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Syukur-syukur bisa
lepas dari pemakaian rompi oranye.
==================
Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Izedrik Emir
Moeis, terpidana kasus suap PLTU Tarahan (Lampung) tahun 2004, telah selesai
menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung,
Jawa Barat (Jabar) beberapa waktu lalu. Rupanya, melewatkan sebagian masa
hidupnya di balik jeruji besi membuatnya menyimpan semacam dendam. Dia merasa
tidak bersalah dalam kasus yang pernah menjeratnya.
Seperti pernah Emir Moeis kemukakan selama
persidangan kasus PLTU Tarahan, dia ingin melaporkan petinggi perusahaan
pemenang tender PLTU itu ke polisi. Dan benar, pasca keluar dari tahanan,
beberapa waktu lalu Emir tampak hadir di Mabes Polri. Berdasarkan informasi
yang didapatkan wartawan, kehadiran Emir di Mabes Polri terkait penanganan
kasus dugaan tindak pidana pemalsuan tanda tangan dan dokumen yang dilakukan
Presiden Pacific Resources Inc Pirooz Muhammad Sarafi atas kasus dugaan korupsi
PLTU Tarahan yang telah menjerat Emir. Pirooz sendiri dilaporkan mantan staf
Emir yang bernama Zuliansyah Putra ke Mabes Polri.
Saat dikonfirmasi wartawan, Emir mengaku telah
diperiksa oleh tim penyidik Mabes Polri. “Ya..saya sudah diperiksa oleh Mabes
Polri. Sejujurnya, selama ini saya berkeyakinan bahwa saya tidak bersalah atas
kasus dan hukuman yang selama ini saya jalani,” ungkap Emir di Jakarta, Sabtu
(5/3).
Ditanya soal bagaimana kejelasan kasus yang
kini sedang ditangani Mabes Polri tersebut, Emir mempersilakan wartawan
bertanya kepada pelapor. “Tanyalah sama beliau, poin apa saja yang dipalsukan
yang sangat merugikan saya,” tutur Emir.
Emir pun menegaskan, kasus dugaan suap PLTU
Tarahan Lampung yang selama ini ditimpakan kepadanya jelas-jelas telah
merugikan dirinya. “Saya merasa dizolimi selama ini. Kita lihat saja
kebenarannya nanti,” ujarnya.
Kisah pelaporan ini relatif panjang. Dalam
satu persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Politisi PDI Perjuangan Izedrik
Emir Moeis akan melaporkan Presiden Pacific Resources Inc. Pirooz Muhammad
Sarafi ke Mabes Polri. Menurut Emir, Pirooz yang merupakan warga negara Amerika
Serikat itu telah memberi keterangan palsu dan memalsukan dokumen kontrak di PT
Alstom terkait proyek pembangungan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU),
Tarahan, Lampung.
Ketika itu Emir pun meminta izin pada Majelis
Hakim Pengadilan Tipikor agar diberi waktu untuk melaporkan Pirooz.
"Secepatnya (laporkan Pirooz). Tunggu izin, kalau enggak, ya pengacara
(yang buat laporan)," kata Emir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,
Jakarta, Senin (14/4/2014).
Emir membantah menerima uang dari Pirooz untuk
memenangkan konsorsium Alstom Power Inc. Emir mengatakan, hubungannya dengan
Pirooz selama ini berkaitan dengan bisnis. Emir menuding Pirooz sebagai aktor
utama yang menjebloskannya ke penjara. "Itu duit investasi. Dia enggak
pernah bicara komisi ke saya. Dan dia juga memalsukan dokumen yang ada. Kalau
dia suap ngapain dia transfer ke rekening saya," kata Emir.
Emir juga menyayangkan, Pirooz yang berada di
Amerika Serikat itu tidak bisa dihadirkan sebagai saksi di persidangan. KPK
hanya menggunakan keterangan Pirooz dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saat
melakukan pemeriksaan di Amerika. "Bahkan sampai sekarang, saksi asingnya
enggak bisa dihadirkan. Sumpahnya pun diragukan. Jadi, ya gimana, saya
betul-betul korban," kata dia.
Dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan
PLTU di Tarahan, Lampuang, Emir divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta
subsider 3 bulan penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta menilai Emir selaku anggota Komisi VIII DPR saat itu terbukti menerima
USD 357.000 dari Pirooz. Emir dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001.
Majelis hakim berpendapat, Emir memang tidak
menggunakan jabatannya sebagai anggota DPR Bidang Energi untuk memengaruhi
hasil tender. Namun, Emir sepatutnya menduga bahwa uang atau hadiah diberikan terkait
jabatannya tersebut.
Dua dari lima hakim yang mengadili Emir
--Afiantara dan Anas Mustakim-- mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion). Mereka berpendapat
bahwa Emir terbukti berbuat hal yang bertentangan dengan jabatannya selaku
anggota DPR terkait tender proyek PLTU Tarahan, Lampung, tahun 2004. Karena
itu, Afiantara dan Anas menilai Emir lebih tepat dikenai Pasal 12 huruf b UU No
31/1999 yang merupakan dakwaan primer.
Seusai pembacaan vonis, seperti dilansir kompas.com, Emir menegaskan lagi bahwa
uang yang diterimanya dari Pirooz Muhammad Sarafi selaku konsultan Alstom tidak
terkait dengan proyek PLTU Tarahan. Uang tersebut, menurut Emir, adalah uang
pribadi Pirooz yang murni untuk kerja sama bisnis dengan Emir di Indonesia.
Dalam persidangan diungkapkan, kasus Emir
berawal saat PT PLN mengadakan tender proyek PLTU di Tarahan, Lampung, pada
Juni 2001. Dalam tender tersebut, Alstom Power dan Marubeni menjadi peserta
dengan membentuk konsorsium.
Vice Director Alstom, David Gerald Rothschild,
kemudian menemui Emir dan meminta agar dibantu memenangkan tender proyek PLTU
Tarahan. David Gerald lalu menyewa Pirooz selaku Presiden Pacific Resources Inc
AS sebagai penghubungnya dalam berinteraksi dengan Emir. Emir diyakini bisa
membantu karena kedudukannya sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang
membidangi energi ketika itu.
Pada Desember 2002, Emir melakukan sejumlah
pertemuan di Paris, Perancis, dan Washington DC, AS, dengan Alstom Power atas
biaya Alstom Power. Tujuan pertemuan untuk memenangkan konsorsium Alstom Power
dalam tender proyek PLTU Tarahan.
Di Paris, Emir ditemani Pirooz bertemu dengan
Frederic Pierucci selaku Regional Sales and Marketing Director Alstom Power.
Adapun di Washington DC, Emir bertemu dengan petinggi Alstom Power, yakni David
Gerald dan William Pomponi.
Pada 6 Mei 2004, konsorsium Alstom Power
disetujui sebagai pemenang tender proyek PLTU Tarahan dengan total nilai
kontrak sekitar 117 juta dollar AS. Atas bantuannya, Pirooz mendapat fee dari Alstom Power. Sebagian fee yang diterima Pirooz itu, menurut
hakim, kemudian diserahkan kepada Emir.
Untuk menyamarkan, uang itu dikirim melalui
rekening PT Artha Nusantara Utama yang dimiliki putra Emir, yakni Armand Emir
Moeis. Uang dari Pirooz dikirim seolah ada kerja sama bisnis batubara antara
perusahaan Pirooz dan PT Artha Nusantara Utama.
Dalam waktu hampir bersamaan dengan vonis
persidangan, seperti dilansir GATRANews.com, Emir Moeis mendesak KPK
segera memeriksa perusahaan asal Jepang dan Amerika Serikat, Marubeni
Corporation dan PT Alstom Energy System, karena diduga terlibat dalam kasus
ini.
Desakan politisi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan ini disampaikan Emir, melalui kuasa hukumnya, Erick S Paat, di
Jakarta, Selasa (15/4/2014). Menurutnya, KPK harus memeriksa kedua perusahaan
tersebut agar tidak ada kesan "tebang pilih" dalam menegakkan hukum.
Terlebih, kata Erick, Departemen Kehakiman
Amerika Serikat telah menghukum Marubeni untuk membayar denda US$ 80 juta,
karena diketahui telah menyuap sejumlah pejabat di Indonesia. KPK juga harus
segera menetapkan Pirooz Muhammad Sharafih, Presiden Direktur Pacific Resources
Inc, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Erick menyayangkan kelambanan sikap KPK memproses
Pirooz yang baru sekali diperiksa dan hanya disodori 7 pertanyaan.
"Padahal kan harus diperdalam kegiatan usaha apa yang dilakukan Pirooz di
Kalimantan Timur dan di Surabaya," tandasnya.
KPK, kata Erick, seharusnya memperdalam soal
komisi 1% yang diterima Pirooz dan berapa jumlah uang suap yang telah
diberikannya untuk menyogok.
Emir pun telah menjalani masa pidana di LP
Sukamiskin, Bandung. Dia telah bebas dan melaporkan ulah Pirooz ke polisi,
bukan ke KPK. (BN)
Komentar
Posting Komentar