Naas Heli TNI AD di Poso



Bila dalam beberapa tragedi jatuhnya pesawat TNI lantaran sudah tua, peristiwa jatuhnya heli TNI AD di Poso pefan lalu lebih karena faktor cuaca.
============

Nasib tragis menimpa penerbangan heli milik TNI AD di wilayah Poso, Sulawesi Tengah. Satu helikopter milik TNI-AD jatuh di Dusun Petirobajo, Kelurahan Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Ahad (20/3) sekitar pukul 17.55 Wita. Sebanyak 13 orang yang berada di dalam helikopter tersebut dilaporkan meninggal dunia. Termasuk di dalamnya Komandan Korem 132 Tadulako Kolonel Inf Saiful Anwar dan Kapenrem Mayor Inf Faqih Rasyid.

Helikopter yang sedangkan dalam perjalanan dari Napu Lore Peore menuju Poso itu diduga jatuh dan terbakar karena cuaca buruk. Heli yang digunakan dalam gelar operasi pengejaran kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso alias Abu Wardah dengan sandi Tinombala 2016 ini jatuh di perkebunan warga, tepatnya di sungai kecil yang kering.

Dalam gelar operasi Tinombala 2016, heli TNI-AD pabrikan Amerika Serikat ini digunakan sebagai sarana transportasi pengangkutan logistik dan pasukan dari dan menuju wilayah Napu Lore Peore. Kondisi helikopter yang hancur dengan kondisi 80 persen terbakar ini langsung dijaga ketat aparat keamanan TNI dan Polri. Seluruh penumpang dan awak kru yang menjadi korban langsung dibawa ke RSUD Poso yang berjarak 15 kilometer dari lokasi jatuh.

Dikutip kompas.com, Kapolres Poso, AKBP Rony Suseno mengatakan, seluruh penumpang yang berjumlah 13 orang, termasuk kru yang berada dalam heli meninggal dunia. “Helikopter TNI-AD ini jatuh dalam perjalanan dari Lore ke Poso. Terbang dari sana (Napu) jam 17.00 Wita, dan sudah mau sampai di Poso. Tapi karena cuaca buruk pukul 17.55, heli jatuh,” kata Kapolres.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Tatang Sulaiman menyatakan 13 penumpang itu untuk operasi gabungan dengan Polri untuk menangkap kelompok bersenjata pimpinan Santoso atau Operasi Tinombala di Poso. Mabes TNI telah menyiapkan tim investigasi terkait kecelakaan helikopter tersebut.

"Musibah jatuhnya Helikopter milik TNI AD sedang melaksanakan tugas operasi perbantuan kepada Polri di Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah," jelas Mayjen Tatang Sulaiman saat konferensi pers di Mabes TNI, Jakarta, Ahad (20/3).
Dia mengatakan, kronologis kecelakaan berawal ketika helikopter berangkat dari Desa Napu menuju Poso sekitar pukul 17.20 WITA. Namun heli itu jatuh tersambar petir di atas perkebunan Kelurahan Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir. "Heli Bell itu masih kategori heli baru pengadaan 2012 dari Amerika Serikat. Semestinya pendaratan dekat Stadion Poso, 35 menit selama terbang," kata Tatang.

Menurut dia, pihaknya terus melakukan langkah investigasi dan evakuasi korban jatuhnya helikopter tersebut. Tim berhasil menemukan 13 korban yang meninggal dan langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara, Palu, Sulawesi Tengah, pada Minggu (20/3) malam.

Di kesempatan berbeda, Camat Poso Pesisir, Muhlis Saing, mengatakan aparat TNI, Polri dan warga masyarakat setempat mengevakuasi jenazah dan memadamkan api saat heli yang membawa 13 penumpang itu jatuh di dekat Bandara Kasiguncu Poso. Menurut Muhlis, jenazah korban jatuhnya heli tersebut nyaris tidak ada yang dikenali dengan baik. "Kondisi jenazah hampir tidak ada yang utuh," kata dia.

Muhlis mengatakan aparat TNI dan Polri dibantu warga masyarakat kesulitan memadamkan api karena mobil pemadam kebakaran tidak bisa masuk ke lokasi kejadian. "Heli itu jatuh di saluran air, tapi tidak ada airnya. Kecuali saat hujan baru ada airnya," ujar dia.

Menurutnya, saat membantu memadamkan api, warga hanya menggunakan daun pisang dan pasir. Dia mengatakan, evakuasi terpaksa dilakukan setelah api padam. Warga juga takut mendekat karena sesekali ada letusan yang diduga amunisi. "Ada ledakan kecil-kecil. Kalau meledak lagi, masyarakat sembunyi lagi di balik pohon karena takut kena amunisi," katanya.

Menanggapi tragedi heli pada Operasi Tinombala 2016, Anggota Komisi Pertahanan DPR RI Ahmad Zainudin menilai Operasi Tinombala untuk memburu kelompok teroris pimpinan Santoso harus dievaluasi. "Musibah ini harus menjadi evaluasi menyeluruh terhadap operasi Tinombala. Musibah ini mungkin saja tidak terjadi jika rencana operasi berhasil sesuai target dan jadwal yang ditetapkan," kata Zainudin dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/3).

Politikus PKS ini menyayangkan, operasi yang melibatkan unsur gabungan TNI/Polri ini diperpanjang hingga dua bulan ke depan. Padahal, dari informasi yang diterimanya, saat ini operasi telah dalam proses pengepungan kelompok Santoso di wilayah hutan pegunungan Desa Torire, Poso.

Untuk itu, Zainuddin meminta agar operasi perburuan terhadap kelompok Santoso harus segera dituntaskan. Pasalnya, Operasi Tinombala seharusnya telah selesai 9 Maret lalu. "Setelah ini, saya kira kelompok Santoso harus segera diselesaikan," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pemerintah akan terus memburu pimpinan Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah dan kelompoknya yang bersarang di Poso, Sulawesi Tengah.

Luhut tidak peduli, walaupun nantinya waktu yang ditentukan telah habis, perburuan terhadap Santoso tetap akan dilanjutkan hingga pimpinan kelompok teroris itu tertangkap.

Dalam Operasi Tinombala, kepolisian menargetkan waktu penangkapan Santoso selama 60 hari. Belakangan, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti memperpanjang operasi tersebut hingga dua bulan ke depan. (BN)


Boks:
Dimakamkan di TMP Kalibata

Kepolisian RI (Polri) memberikan tanda jasa Bintang Bhayangkara Nararya kepada 13 korban kecelakaan helikopter milik TNI AD. Di Hanggar 2, Taxiway, Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (22/3/2016), masing-masing perwakilan keluarga berdiri di samping peti jenazah. Kemudian satu per satu tanda jasa diberikan oleh salah seorang perwira Polri kepada setiap perwakilan keluarga.

Selanjutnya, sekitar pukul 09.00 WIB hari itu digelar upacara pelepasan 13 jenazah di Hanggar Lanud Halim Perdanakusuma. "Ada upacara (pelepasan jenazah). Baru kemudian (jenazah) diberangkatkan ke Kalibata, dikuburkan di sana," jelas Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saat mendatangi Rumah Sakit Polri, Kramatjati, Jakarta Timur, Senin (21/3) malam.

Seperti yang dilansir Liputan6.com, pihak pengelola TMP Kalibata menyediakan sebanyak 13 liang lahat untuk para korban heli jatuh di Poso itu. Pengelola TMP Kalibata Bambang memaparkan, 11 liang lahat berada di Blok Z, sedangan 2 lainnya berada di Blok AA. "Kan 11 itu yang meninggal korbannya beragama Islam, yang 2 itu Nasrani. Nah Blok AA ini makam khusus yang beragama Nasrani," terang Bambang.

Hadir sejumlah petinggi TNI AD dan Polri‎ dalam upacara pelepasan ini. Di antaranya Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Mulyono, Pangdam Jaya Mayjen TNI Teddy Lhaksamana, Danjen Kopassus Mayjen TNI Herindra‎, dan Wakil Kepala Polri Jenderal Pol Budi Gunawan.‎ Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyempatkan diri hadir, meski tengah ada agenda penting lain.

Nama-nama korban mereka yang dimakamkan di TMP Kalibata (Jakarta) adalah Kolonel Infanteri Saiful Anwar (Komandan Korem 132/Tadulako), Letnan Kolonel CPM Teddy S Prapat (Komandan POM Palu), Kolonel Ontang (Badan Intelijen Negara), Kolonel Heri Setiaji (Badan Intelijen Strategis), Kapten CKM Yanto (Kepala Kesehatan Kodim 1307/Poso), Mayor Infanteri Faqih Rasyid (Kepala Penerangan Korem 132/Tadulako, Sulteng), Prajurit Dua Kiki (Ajudan Danrem), Kapten Penerbang Agung (Kru Penerbang TNI AD), Letnan Satu Penerbang Wirahadi (Kru Penerbang TNI AD), Letnan Dua Tito (Kru Penerbang TNI AD), Sersan Satu Bagus (Kru Penerbang TNI AD), Sersan Dua Karmin (Kru Penerbang TNI AD), dan Prajurit Satu Bangkit (Kru Penerbang TNI AD). (*)

Komentar

Selamat pagi...