TRIBUNJATENG/YAYAN
Kisah Slamet Riyanto Jadi Polisi Berijazah SMP Hingga Berpangkat AKBP Masih Naik Motor
Senyum AKBP Slamet Riyanto
(58), terus mengembang saat beberapa polisi di Polres Kudus
menyalaminya, Senin (28/3). Tiga hari lagi, pria yang telah mengabdi di
korps Bhayangkara selama 39 tahun itu, secara resmi akan purnatugas.
Selain Kapolres Kudus, Muhammad Kurniawan, ia merupakan satu-satunya polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) di lingkungan Mapolres Kudus saat ini. "Tiga hari lagi, Pak Kapolres akan menjadi satu-satunya yang berpangkat AKBP di sini," katanya, sembari menyunggingkan senyum.
Diceritakan, ia pertama kali berdinas pada tahun 1977, dengan pangkat Bhayangkara Dua (Barada) atau pangkat terendah di kepolisian. "Pertama kali dinas di Satsabara Polres Salatiga, dua tahun kemudian pindah ke Satreskrim," cerita pria kelahiran Grobogan 4 Maret 1958.
Ia masuk menjadi tamtama polisi menggunakan ijazah SMP. Lantaran ingin menjadi lebih baik, ia gigih melanjutkan sekolah. "Saya izin pimpinan, nyambi sekolah di STM Saraswati. Karena sekolahnya siang sampai sore, jadi saya dinasnya pagi atau malam hari. Saat itu saya bertekad setidaknya harus bisa naik pangkat menjadi Sersan," tutur ayah dua anak itu.
Setelah beralih menjadi bintara, pada 1993 ia mengikuti Sekolah Calon Perwira (Secapa). "Setelah lulus Secapa, dengan pangkat Letnan Dua, saya pindah tugas menjadi Kapolsek Dawe. Di sana saya berdinas selama delapan tahun," katanya. Lepas dari Kapolsek Dawe, ia pernah menjadi Kapolsek Jekulo selama tiga tahun. Lalu, pada 2006-2008, ia menjabat sebagai Kasat Obvit Polres Kudus, dengan pangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP).
Selanjutnya, ia menjabat Kasubag Bin Ops Polwil Pati. Kemudian, Kapolsek Ngaliyan, Semarang. "Lalu di Humas Polda Jateng, dan kemudian menjadi Kabagren Polres Kudus pada Februari 2015 hingga awal 2016 kemarin," urainya.
Selama berdinas di kepolisian selama 39 tahun, ia total telah naik pangkat sebanyak 11 kali. Selama itu pula, ia tak pernah menjalani hukuman disiplin.
"Saya bangga, selama bertugas tidak pernah ada cacat. Dari pangkat terendah, Barada, sampai sekarang menjadi perwira menengah, AKBP. Selama itu pula, gaji saya tak pernah dipotong karena utang," ucapnya kemudian tertawa.
Disampaikan, ia selalu menerapkan pola hidup sederhana. Itu menjadi satu di antara beberapa faktor yang membuat gajinya selalu utuh, tak pernah terpotong utang. Meski selama ini sering mendapat fasilitas mobil dinas, ia mengaku lebih suka mengendarai sepeda motor. Menurut dia, selain lebih irit, juga lebih efisien.
"Misalnya, sekarang ini saya tinggal di Rendeng, jaraknya sekitar 2 kilometer, kalau naik mobil jalurnya harus muter, kan di Kudus banyak jalur satu arah. Sementara kalau naik motor bisa potong kompas, lebih cepat, waktunya efisien," tuturnya.
Diakui, tak banyak sosok polisi yang masuk dengan pangkat terendah kemudian pensiun menjadi pamen. Ia berharap, sosok polisi saat ini bisa menjadi lebih baik. "Bekerjalah sesuai aturan, ndak usah neko-neko. Layani masyarakat dengan baik. Kalau ada yang macem-macem kebangetan, sekarang kehidupan polisi sudah jauh lebih baik, selain gaji ada remunerasi yang cukup," pesan dia.
Usai pensiun, ia ingin kembali ke kampung halamannya di Desa Pulutan, Kecamatan Penawangan, Grobogan.
"Saya ingin jadi petani saja, menggarap sawah peninggalan orangtua di kampung," tuturnya.
Kapolres Kudus AKBP Muhammad Kurniawan mengaku salut atas etos kerja koleganya tersebut. Dikatakan, tak banyak polisi yang selama berkarier bisa naik pangkat hingga 11 kali. "Saya saja, maksimal naik pangkat hanya bisa 10 kali. Itu pun kalau sampai jenderal bintang empat atau Kapolri. Nah, ini beliau sudah naik pangkat sampai 11 kali," ucapnya.
Senada disampaikan oleh Wakapolres Kudus, Kompol Yunaldi. Ia mengenal AKBP Slamet sebagai sosok bersahaja. "Sampai sekarang, beliau ke kantor masih mengendarai sepeda motor. Dari awal jadi polisi sampai pensiun gajinya tak pernah dipotong karena utang," katanya. (*)
Selain Kapolres Kudus, Muhammad Kurniawan, ia merupakan satu-satunya polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) di lingkungan Mapolres Kudus saat ini. "Tiga hari lagi, Pak Kapolres akan menjadi satu-satunya yang berpangkat AKBP di sini," katanya, sembari menyunggingkan senyum.
Diceritakan, ia pertama kali berdinas pada tahun 1977, dengan pangkat Bhayangkara Dua (Barada) atau pangkat terendah di kepolisian. "Pertama kali dinas di Satsabara Polres Salatiga, dua tahun kemudian pindah ke Satreskrim," cerita pria kelahiran Grobogan 4 Maret 1958.
Ia masuk menjadi tamtama polisi menggunakan ijazah SMP. Lantaran ingin menjadi lebih baik, ia gigih melanjutkan sekolah. "Saya izin pimpinan, nyambi sekolah di STM Saraswati. Karena sekolahnya siang sampai sore, jadi saya dinasnya pagi atau malam hari. Saat itu saya bertekad setidaknya harus bisa naik pangkat menjadi Sersan," tutur ayah dua anak itu.
Setelah beralih menjadi bintara, pada 1993 ia mengikuti Sekolah Calon Perwira (Secapa). "Setelah lulus Secapa, dengan pangkat Letnan Dua, saya pindah tugas menjadi Kapolsek Dawe. Di sana saya berdinas selama delapan tahun," katanya. Lepas dari Kapolsek Dawe, ia pernah menjadi Kapolsek Jekulo selama tiga tahun. Lalu, pada 2006-2008, ia menjabat sebagai Kasat Obvit Polres Kudus, dengan pangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP).
Selanjutnya, ia menjabat Kasubag Bin Ops Polwil Pati. Kemudian, Kapolsek Ngaliyan, Semarang. "Lalu di Humas Polda Jateng, dan kemudian menjadi Kabagren Polres Kudus pada Februari 2015 hingga awal 2016 kemarin," urainya.
Selama berdinas di kepolisian selama 39 tahun, ia total telah naik pangkat sebanyak 11 kali. Selama itu pula, ia tak pernah menjalani hukuman disiplin.
"Saya bangga, selama bertugas tidak pernah ada cacat. Dari pangkat terendah, Barada, sampai sekarang menjadi perwira menengah, AKBP. Selama itu pula, gaji saya tak pernah dipotong karena utang," ucapnya kemudian tertawa.
Disampaikan, ia selalu menerapkan pola hidup sederhana. Itu menjadi satu di antara beberapa faktor yang membuat gajinya selalu utuh, tak pernah terpotong utang. Meski selama ini sering mendapat fasilitas mobil dinas, ia mengaku lebih suka mengendarai sepeda motor. Menurut dia, selain lebih irit, juga lebih efisien.
"Misalnya, sekarang ini saya tinggal di Rendeng, jaraknya sekitar 2 kilometer, kalau naik mobil jalurnya harus muter, kan di Kudus banyak jalur satu arah. Sementara kalau naik motor bisa potong kompas, lebih cepat, waktunya efisien," tuturnya.
Diakui, tak banyak sosok polisi yang masuk dengan pangkat terendah kemudian pensiun menjadi pamen. Ia berharap, sosok polisi saat ini bisa menjadi lebih baik. "Bekerjalah sesuai aturan, ndak usah neko-neko. Layani masyarakat dengan baik. Kalau ada yang macem-macem kebangetan, sekarang kehidupan polisi sudah jauh lebih baik, selain gaji ada remunerasi yang cukup," pesan dia.
Usai pensiun, ia ingin kembali ke kampung halamannya di Desa Pulutan, Kecamatan Penawangan, Grobogan.
"Saya ingin jadi petani saja, menggarap sawah peninggalan orangtua di kampung," tuturnya.
Kapolres Kudus AKBP Muhammad Kurniawan mengaku salut atas etos kerja koleganya tersebut. Dikatakan, tak banyak polisi yang selama berkarier bisa naik pangkat hingga 11 kali. "Saya saja, maksimal naik pangkat hanya bisa 10 kali. Itu pun kalau sampai jenderal bintang empat atau Kapolri. Nah, ini beliau sudah naik pangkat sampai 11 kali," ucapnya.
Senada disampaikan oleh Wakapolres Kudus, Kompol Yunaldi. Ia mengenal AKBP Slamet sebagai sosok bersahaja. "Sampai sekarang, beliau ke kantor masih mengendarai sepeda motor. Dari awal jadi polisi sampai pensiun gajinya tak pernah dipotong karena utang," katanya. (*)
Komentar
Posting Komentar