Kisah Aiptu Widodo, Polisi Sederhana yang 12 Tahun Tinggal di Makam

POLISI BERSAHAJA: Aiptu Widodo menjadi polisi yang bersahaja dan hidup sederhana yang rela selama 12 tahun tinggal bersama keluarga di lingkungan Makam Krapak Desa Sidowayah Kecamatan Kota Rembang. (suaramerdeka.com/Ilyas al-Musthofa)

POLISI BERSAHAJA: Aiptu Widodo menjadi polisi yang bersahaja dan hidup sederhana yang rela selama 12 tahun tinggal bersama keluarga di lingkungan Makam Krapak Desa Sidowayah Kecamatan Kota Rembang. (suaramerdeka.com/Ilyas al-Musthofa)
Umumnya orang menganggap polisi adalah jabatan yang nyaman dan bergengsi. Bagaimana tidak, seorang polisi sekilas nampak gagah dan berwibawa dengan seragam dan pangkat yang ada di pundaknya. Banyak masyarakat menilai, seorang polisi akan mendapatkan fasilitas dan gaji yang mengggiurkan untuk menjalani kehidupan. Sehingga banyak kalangan yang berlomba-lomba bisa menjadi seorang polisi.
Namun gambaran itu sama sekali tidak terlihat dari sosok Aiptu Widodo Ramelan. Kasi Humas Polsek Lasem itu berbeda dengan kebanyakan polisi lainnya. Hidupnya sangat sederhana dan layak menjadi panutan untuk polisi-polisi muda. Bahkan, bapak empat orang anak berusia 52 tahun ini bersama keluarga sudah selama 12 tahun tinggal di Komplek Makam Krapyak, Desa Sidowayah Kecamatan Kota Rembang. Ia sama sekali tidak merasa malu atau risih sehari-hari berhadapan dengan ratusan batu nisan.
Aiptu Widodo beralasan, pilihannya tinggal di komplek makam yang merupakan tanah milik negara itu demi kebaikan keluarga. Sebab, anggota keluarganya termasuk banyak dengan total delapan bersaudara. Ia adalah anak yang ketujuh.
Menyadari kondisinya, Widodo pun akhirnya rela tinggal di komplek makam dengan rumah yang sederhana. Selama ini ia pun sempat beternak ayam serta itik serati untuk tambahan penghasilan. “Kami terhitung berasal dari keluarga yang pas-pasan. Karena saudara saya banyak, saat ada jatah warisan untuk kami, saya memilih jatah itu diberikan kepada saudara saja yang hidupnya masih kurang beruntung dari pada saya. Kemudian saya pilih tinggal di komplek makam ini,” jelas Widodo, Senin (24/10/2016).

Ia menceritakan, saat membuat rumah di komplek pemakaman dibantu oleh rekan-rekan polisi lainnya. Rumahnya sederhana dan hanya memiliki luas 9 kali 6 meter. Sebelum didirikan rumahnya, lahan itu ditumbuhi bambu. Widodo beserta istrinya, Yatni (49) dan keempat anaknya saat itu berusaha membiasakan diri hidup bersanding batu nisan. Ia bahkan mengaku tak risih saat harus dipanggil dengan sebutan penjaga kuburan.
“Nggak masalah mendapat julukan penjaga kuburan. Yang penting saya bisa hidup nyenyak meski tidak tinggal di rumah yang bagus atau naik mobil mewah. Saya bersyukur dengan rezeki yang saya dapat, mudah-mudahan halal,” ujarnya.
Kehidupan sederhana Widodo ternyata berhasil mengantarkan keberhasilan putra-putrinya. Anak sulungnya saat ini sudah bekerja sebagai keamanan di perusahaan BUMN. Anak keduanya juga sudah diterima mengabdi sebagai TNI. Sedangkan dua anak lainnya, saat ini masih bersekolah dan duduk di bangku SLTP dan SD. Tak lama lagi, Widodo dan keluarga juga akan berbahagia. Sebab, ia menjadi salah satu calon penghuni Perumahan Bhayangkara Residence di Kecamatan Kaliori. (Ilyas al-Musthofa/CN38/SM Network)

Komentar

Selamat pagi...