
Kapolri Jenderal Sutarman dan jajarannya/MI/IMMANUEL ANTONIUS.

Suryopratomo
Dirut Pemberitaan
Dirut Pemberitaan
1 JULI lalu Kepolisian Republik Indonesia merayakan hari jadinya ke-68. Pada peringatan hari ulang tahunnya pantas jika kita bertanya, apakah polisi masih menjalankan perannya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayanan masyarakat?
Pertanyaan ini penting kita sampaikan karena polisi memiliki tanggung jawab menciptakan keamanan dan ketertiban. Untuk mencegah terjadinya kekacauan di tengah masyarakat, maka polisi harus menegakkan aturan dan hukum yang menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Di tengah masyarakat yang cenderung ingin bebas, maka penegakan aturan dan hukum menjadi sangat penting. Tanpa ada kesungguhan dalam menerapkan aturan dan hukum, maka yang akan berjalan adalah hukum rimba.
Di masa kampanye seperti sekarang ini, kita melihat berbagai isu begitu bertebaran. Kampanye hitam seakan menjadi sesuatu yang boleh dilakukan. Ketika itu masih menjadi desas-desus, tentunya tidak bisa ditindak. Tetapi ketika isu sudah dikemas menjadi produk propaganda yang nyata, hukum harus meluruskan.
Sekarang ini kita melihat bagaimana orang dengan mudah menyebar fitnah dengan membuat tabloid. Pelakunya pun tidak sembunyi-sembunyi, tetapi berani tampil ke depan dengan mengatakan bahwa ini produk jurnalistik.
Padahal Dewan Pers dengan tegas mengatakan bahwa produk seperti itu bukanlah produk pers. Sebab, Kode Etik Jurnalistik yang berlaku jelas-jelas mengatakan bahwa pers Indonesia tidak boleh menyebarkan berita bohong, fitnah, cabul, dan sadis.
Bahkan aturan pers di Indonesia menggariskan bahwa perusahaan pers haruslah berbadan hukum yang jelas. Sebagai badan hukum yang jelas, maka keberadaan kantor, tempat percetakan, dan juga pengelolanya pun harus jelas.
Kalau semuanya serba sumir dan tidak jelas, maka itu bukanlah lembaga pers. Ketika lembaga bukan pers menyebarkan produknya, maka jelas itu bukanlah produk pers. Itu kategorinya adalah selebaran yang kalau menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, harus ditindak secara hukum.
Di sinilah kita mengharapkan polisi untuk berperan. Bukan untuk tujuan menggunakan kekuasaan, tetapi justru untuk mencegah timbulnya kekacauan. Kalau kemudian setiap orang yang merasa teraniaya oleh informasi yang menyesatkan itu mengambil tindakannya sendiri, maka kondisi sosial menjadi kacau.
Untuk itulah di negara yang beradab, maka hukum hadir untuk meluruskan perbedaan pandangan yang ada di tengah masyarakat. Hukum berperan untuk mencegah jangan sampai setiap orang mengambil tindakan sendiri-sendiri.
Polisilah yang memainkan peran sebagai penengah. Mereka hadir untuk meluruskan ketidakbenaran agar tercipta kembali ketertiban. Hukum dijadikan alat untuk menghukum mereka yang membuat keonaran.
Ketika polisi membiarkan ketidaktertiban itu terjadi, maka sepantasnya kita bertanya tentang peran polisi tadi. Sejauh mana polisi telah memainkan peran sebagai penjaga keamanan dan ketertiban.
Pembiaran yang dilakukan polisi terhadap kasus tabloid gelap sekarang ini sangatlah berbahaya. Ini akan memicu kebiasaan buruk di tengah masyarakat untuk menyebarkan fitnah demi memojokkan pihak lain yang tidak mereka sukai.
Di tengah hari jadi ke-68 Kepolisian Republik Indonesia, kita tentu ingin mengingatkan kembali tugas dan tanggung jawab utama ini. Sebagai Rastra Sewakottama, polisi mempunyai tanggung jawab untuk menegakkan kebenaran.
Demokrasi yang kita tegakkan bukanlah dimaksudkan untuk membangun masyarakat yang menyebarkan kebencian. Demokrasi merupakan alat untuk menciptakan kesejahteraan umum. Dan itu dimulai dengan menciptakan keamanan dan ketertiban.
Kita tentu sangat berharap polisi tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai bhayangkara negara. Karena kita bersama-sama mempunyai mimpi untuk membangun Indonesia yang menjadi rumah yang nyaman bagi seluruh rakyat. (http://news.metrotvnews.com/)
Pertanyaan ini penting kita sampaikan karena polisi memiliki tanggung jawab menciptakan keamanan dan ketertiban. Untuk mencegah terjadinya kekacauan di tengah masyarakat, maka polisi harus menegakkan aturan dan hukum yang menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Di tengah masyarakat yang cenderung ingin bebas, maka penegakan aturan dan hukum menjadi sangat penting. Tanpa ada kesungguhan dalam menerapkan aturan dan hukum, maka yang akan berjalan adalah hukum rimba.
Di masa kampanye seperti sekarang ini, kita melihat berbagai isu begitu bertebaran. Kampanye hitam seakan menjadi sesuatu yang boleh dilakukan. Ketika itu masih menjadi desas-desus, tentunya tidak bisa ditindak. Tetapi ketika isu sudah dikemas menjadi produk propaganda yang nyata, hukum harus meluruskan.
Sekarang ini kita melihat bagaimana orang dengan mudah menyebar fitnah dengan membuat tabloid. Pelakunya pun tidak sembunyi-sembunyi, tetapi berani tampil ke depan dengan mengatakan bahwa ini produk jurnalistik.
Padahal Dewan Pers dengan tegas mengatakan bahwa produk seperti itu bukanlah produk pers. Sebab, Kode Etik Jurnalistik yang berlaku jelas-jelas mengatakan bahwa pers Indonesia tidak boleh menyebarkan berita bohong, fitnah, cabul, dan sadis.
Bahkan aturan pers di Indonesia menggariskan bahwa perusahaan pers haruslah berbadan hukum yang jelas. Sebagai badan hukum yang jelas, maka keberadaan kantor, tempat percetakan, dan juga pengelolanya pun harus jelas.
Kalau semuanya serba sumir dan tidak jelas, maka itu bukanlah lembaga pers. Ketika lembaga bukan pers menyebarkan produknya, maka jelas itu bukanlah produk pers. Itu kategorinya adalah selebaran yang kalau menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, harus ditindak secara hukum.
Di sinilah kita mengharapkan polisi untuk berperan. Bukan untuk tujuan menggunakan kekuasaan, tetapi justru untuk mencegah timbulnya kekacauan. Kalau kemudian setiap orang yang merasa teraniaya oleh informasi yang menyesatkan itu mengambil tindakannya sendiri, maka kondisi sosial menjadi kacau.
Untuk itulah di negara yang beradab, maka hukum hadir untuk meluruskan perbedaan pandangan yang ada di tengah masyarakat. Hukum berperan untuk mencegah jangan sampai setiap orang mengambil tindakan sendiri-sendiri.
Polisilah yang memainkan peran sebagai penengah. Mereka hadir untuk meluruskan ketidakbenaran agar tercipta kembali ketertiban. Hukum dijadikan alat untuk menghukum mereka yang membuat keonaran.
Ketika polisi membiarkan ketidaktertiban itu terjadi, maka sepantasnya kita bertanya tentang peran polisi tadi. Sejauh mana polisi telah memainkan peran sebagai penjaga keamanan dan ketertiban.
Pembiaran yang dilakukan polisi terhadap kasus tabloid gelap sekarang ini sangatlah berbahaya. Ini akan memicu kebiasaan buruk di tengah masyarakat untuk menyebarkan fitnah demi memojokkan pihak lain yang tidak mereka sukai.
Di tengah hari jadi ke-68 Kepolisian Republik Indonesia, kita tentu ingin mengingatkan kembali tugas dan tanggung jawab utama ini. Sebagai Rastra Sewakottama, polisi mempunyai tanggung jawab untuk menegakkan kebenaran.
Demokrasi yang kita tegakkan bukanlah dimaksudkan untuk membangun masyarakat yang menyebarkan kebencian. Demokrasi merupakan alat untuk menciptakan kesejahteraan umum. Dan itu dimulai dengan menciptakan keamanan dan ketertiban.
Kita tentu sangat berharap polisi tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai bhayangkara negara. Karena kita bersama-sama mempunyai mimpi untuk membangun Indonesia yang menjadi rumah yang nyaman bagi seluruh rakyat. (http://news.metrotvnews.com/)
Komentar
Posting Komentar