Selain dikenal ugal-ugalan, angkutan kota Jakarta
dikenal pula sebagai “sarang” operasi kawanan pencopet. Banyak sopir angkot
tahu namun pura-pura tidak tahu.
============
Boleh jadi Kamis (11/2) itu hari nahas Bagus Budi Wibowo, karyawan
PT Telkom. Lelaki 41 tahun yang tinggal di Bogor ini biasanya hanya menumpang
kereta commuter line dari rumahnya ke kantor atau naik taksi bilamana ada
keperluan di luar kantor. Tapi, entah apa yang ada di benaknya, hari itu, seusai
mengikuti rapat di kawasan Jalan Gatot Subroto, dia memilih naik Metromini 640
(Tanah Abang – Pasar Minggu) untuk balik lagi ke kantornya di kawasan Kebon
Sirih.
Satu versi cerita menyebutkan, ketika sampai di depan Kantor
Kementerian Agama, Bagus minta turun dari Metromini. Saat itu, penumpang di
dalam Metromini hanya berjumlah tujuh orang, yakni satu sopir, satu kernet dan
Bagus. Serta empat orang yang diduga
kawanan pelaku perampokan.
Saat hendak turun, diduga Bagus didorong salah satu pelaku
hingga keluar Metromini. Ketika itu Metromini sedang dalam kondisi berjalan.
Sopir dan kernet diduga baru sadar ketika Bagus terhempas ke aspal. Kemudian,
sopir dan kernet Metromini tersebut membawa Bagus ke rumah sakit. Bagus
meninggal usai menjalani perawatan selama dua hari di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.
Menurut adik korban, Gagah Guntur, di mata keluarga Bagus
adalah sosok yang pendiam, sederhana, gemar berolahraga, namun juga suka
membantu. "Dia selalu care sama teman, kalau ada rekan yang kesulitan ia
tak sungkan untuk menolong," ucapnya.
Diceritakan Gagah lebih lanjut, tak biasanya Bagus naik
metromini. Sehari-hari, menurut dia, almarhum yang tinggal di Bogor itu, pergi
ke kantornya di Kebon Sirih menggunakan kereta api. "Rumahnya memang di
Bogor, kalau ngantor naik kereta. Dari kantor, kalau mau ke mana-mana naik
taksi, baru kali ini saya dengar dia naik Metromini," cerita Gagah.
Saat peristiwa terjadi, sambung dia, Bagus baru saja
mengikuti rapat di Gatot Subroto. Selanjutnya, dia hendak kembali ke Kebon
Sirih, lantaran sudah janji hendak bermain badminton bersama teman-temannya. "Di
dalam perjalanan itu, dia dirampok, diminta menyerahkan handphone, semua sudah
diserahkan, hanya tinggal tas yang dibawa. Saat perampok berusaha menarik tas
itu, mas Bagus, mungkin berusaha mempertahankan, saat rebutan itu lah dia
kemudian didorong keluar hingga jatuh, kepala bagian belakang membentur
aspal," lanjutnya.
Rupanya cerita tidak berhenti pada kematian Bagus yang
kemudian dikubur di kampong halamannya Kudus, Jawa Tengah. Ditengarai M Sasih
(Sopir) dan M Endang (Kernet) mengarang cerita jika Bagus tewas akibat didorong
pelaku perampokan hingga keluar Metromini dan akhirnya tewas terbentur aspal.
Kedua awak Metromini akhirnya mengakui berbohong saat dibawa ke Direktorat
Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Minggu (14/2) malam.
"Sopir dan kernet masih diamankan di Polres Jakarta
Pusat," jelas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris
Besar Mohammad Iqbal kepada awak media, Senin (15/2).
Menurut Iqbal, pihak kepolisian terus mendalami keterangan
sopir dan kernet tersebut yang sebelumnya menyebutkan jika Bagus meninggal
karena korban perampokan. "Kami lagi bekerja untuk melakukan penyelidikan
terhadap fakta-fakta yang kami dapat. Pengakuan sementara dari sopir dan kernet
bahwa tidak terjadi tindak pidana di situ yang mengakibatkan korban Bagus
meninggal dunia," kata dia.
Iqbal mengaku belum bisa menyimpulkan apakah Bagus meninggal
dunia akibat korban perampokan atau murni kecelakaan. "Direskrimum dan
Polres Jakpus sampai saat ini melakukan penguatan pembuktian. Kami akan
simpulkan nanti apabila semua alat bukti sudah kami dapat akan kami sampaikan
ke publik apakah itu benar terjadi tindak pidana atau kecelakaan," kata Iqbal.
Dalam perkembangannya, secara resmi polisi menetapkan M
Sasih (33) sebagai tersangka terkait insiden tewasnya seorang karyawan PT
Telkom, Bagus Budi Wibowo. Sasih
mengarang cerita korban meninggal setelah didorong pelaku perampokan di
Metromini hingga terpental keluar dan akhirnya tewas terbentur aspal.
"Pengemudi sudah kami tetapkan sebagai tersangka. Dia memberikan
keterangan atau alibi palsu tentang kronologi tewasnya korban," kata Kanit
Laka Lantas Polres Jakarta Pusat AKP Bremen Enrico, Senin (15/2).
Menurut Bremen Enrico, penetapan tersangka sudah berdasarkan
dua alat bukti yang diperoleh polisi di antaranya keterangan kematian korban
dari tim dokter rumah sakit. "Dan pengakuan tersangka yang mengaku dia
berbohong," katanya.
Dia menjelaskan korban terjatuh saat Metromini masih
berkecepatan 10-20 kilometer per jam. "Saat itu Metro Mini kecepatannya
10-20 KM per jam," katanya.
Sementara itu, Bremen mengatakan, Muhamad Endang (35) yang merupakan kernet
Metromini masih berstatus sebagai saksi.
Terkait insiden tersebut, Sasih dikenakan Pasal 310 (2) Jo
Pasal 124 (1) huruf e UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (LLAJ) dan terancam hukuman di atas lima tahun penjara. (BN)
Boks:
Curhat Penumpang dan Petisi Online
Telah sejak lama Metromini –dan angkutan (angkot) kota
lain—relatif akrab dengan kekerasan jalanan, mulai dari pemalakan, kawanan
pencopet, sampai rendahnya tingkat keselamatan. Bahkan, banyak orang bisa
memahami pola dan peta criminal di angkot.
Febri, pembaca detikcom yang sudah menjadi penumpang
Metro Mini 640 selama 12 tahun ini, mengamati bahwa kawanan pencopet/perampok
ini memiliki pola tertentu. "Berdasarkan pengalaman, para pencopet ini
sering berkumpul dan naik Metromini 640 di depan halte Benhil sebelum
Universitas Atmajaya, kadangkala satu kelompok terdiri dari 3 sampai 4 orang.
Ada yang naik Kopaja 19 (arah ke Blok M), atau Metromini 640 (arah ke Pasar
Minggu). Namun kadangkala mereka naik Metromini 640 sebelum flyover di
perempatan Rasuna Said dan Gatot Subroto," demikian penjelasan Febri seperti
dilansir detikcom, Minggu (14/2/2016).
Satu pengalaman tak terlupakan dibagikan Febri, yakni saat
sekelompok pencopet berusaha menghentikan Metromini 640 sebelum flyover
perempatan Jalan HR Rasuna Said dan Gatot Subroto dengan memasang badan di
tengah jalan. Para pencopet itu mencoba menghentikan Metromini di mana tak
banyak penumpang yang ada di dalamnya.
"Karena kesigapan sopir, sopir menghindari pencopet
dengan membanting setir ke kanan, dan langsung tancap gas, karena pak sopir
tahu keempat orang tersebut adalah pencopet. Semua penumpang saat itu
mengucapkan terima kasih karena keberanian sopir mengambil tindakan tersebut dan
seisi penumpang terselamatkan," jelas dia.
Pengalaman lain, karena seringkali menggunakan moda
transportasi ini, Febri jadi mengetahui mana penumpang yang copet dan mana yang
bukan. Febri melihat kebiasaan copet sekitar 3 orang yang naik Metromini dari
Halte Komdak (Polda Metro Jaya) selalu berdiri di depan pintu depan dan pintu belakang.
Formasi kawanan rampok dan copet yang ada di pintu depan
maupun belakang ini juga diungkapkan pembaca detikcom lain, A Hatminto.
Hatminto sering melihat kawanan copet di Metromini 640 bila pagi. "Incarannya
penumpang KRL di Stasiun Sudirman ke Semanggi. Biasanya (satu) kelompok 5 atau
6 orang. Ada yang tugas halang pintu dan mepet penumpang. Saya pernah hampir
jadi korban. Hati-hati bila bus kosong, biasanya mereka duduk menyebar,"
tulis Hatminto pada redaksi detikcom.
Selain curhat, para pengguna moda transportasi kota ini juga
membuat petisi online di laman change.org. Adalah Mochammad James, sang
pembuat petisi yang merupakan rekan Bagus yang memulai petisi tersebut. Senin
(15/2) lalu petisi tersebut telah ditandatangani oleh 4.059 orang.
"Untuk itu kami mendorong pihak pemangku kepentingan,
dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta dan Kapolda Metro Jaya, dapat lebih
meningkatkan upayanya untuk memberikan jaminan rasa aman bagi pengguna
transportasi publik. Kami berharap, rekan kami Bagus Budi Wibowo menjadi martir
terakhir demi terciptanya transportasi publik yang aman dan nyaman," tulis
James dalam petisinya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mendukung petisi
online tersebut. “Websitenya saya belum lihat, tapi saya sudah dapat
beritanya,” kata Basuki yang akrab disapa Ahok ini.
Selama ini, kata Ahok, Pemprov DKI terus berupaya mengajak Metromini
bergabung dalam manajemen PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Namun, para
pemilik Metromini tidak mau bergabung. Dengan adanya kejadian tewasnya warga
Jakarta di Metromini, Ahok tidak mau bertoleransi lagi. (*)
Komentar
Posting Komentar