5 Polisi Hebat yang Layak Menjadi Panutan

Bripka Seladi, polisi yang sehari-hari nyambi sebagai seorang tukang sampah
Bripka Seladi, polisi yang sehari-hari nyambi sebagai seorang tukang sampah
Wibawa korps Bhayangkara di mata masyarakat tergerus. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya kasus gesekan antara polisi dengan masyarakat.
Indonesia Police Watch (IPW) bahkan mencatat, sejak Tito Karnavian menjabat Kapolri pada 14 Juli 2016, telah terjadi terjadi tujuh kerusuhan karena dilandasi dengan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepolisian
Tujuh kasus bentrokan massa terjadi di Sumbar, Tanjungbalai, Karo, Aceh, Makassar, Meranti, dan Jambi.
“Pemicunya hanya soal sepele,” tegas Ketua Presidium IPW Neta S Pane, Minggu (28/8/2016).
Karenanya, tak salah juga bila Presiden Keempat Abdurrahman Wahid menyebut hanya ada tiga polisi yang jujur di Indonesia. Ketiga polisi yang dimaksud adalah polisi tidur, patung polisi, dan polisi Hoegeng.
Namun seiring dengan perkembangan waktu, tak bisa dinafikkan kemunculan polisi-polisi yang dianggap punya pengabdian tinggi terhadap masyarakat.

Berikut lima polisi hebat dan layak menjadi panutan versi JPNN.com (KENDARIPOS.CO.ID GROUP): 
1. Brigadir Guritno Bidjuni yang merangkap Jadi Guru
Brigadir Pol. Guritno Bidjuni sedang mengajar . Foto: Radar Gotontalo/JPNN.com
Di tengah kesibukannya sebagai polisi, Guritno mengisi waktu luangnya mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6 Bone Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.
Sudah 2 tahun Guritno yang bertugas di Polsek Bone melakoni profesi ekstranya itu  sebagai guru mata pelajaran Agama Islam untuk kelas 1 sampai 6.
Guritno tak mengejar tambahan pendapatan, justru gajinya rela dikorbankan, hanya untuk bantu siswa-siwa yang kurang mampu.
“Semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak.  Dan semua orang bertanggung jawab untuk bisa penuhi itu, termasuk saya,” ujar Guritno.
Alhasil, Guritno pun menjadi polisi yang benar-benar dicintai masyarakat.

2. Bripka Seladi Memulung Ketimbang Terima Sogokan
Bripka Seladi yang sehari-hari mengumpulkan barang rongsokan. FOTO: JAWA POS GROUP
Bripka Seladi merupakan personel di Satuan Lalu Lintas Polresta Malang, Jawa Timur. Dia menjadi pemulung barang rongksokan ketimbang menerima sogokan.
“Lebih nikmat menjadi pemulung daripada lainnya. Mudah, gampang, seperti toko emas, ada, diambil, dijual, laku,” ucap Seladi saat menceritakan kisahnya di hadapan Ketua DPR Ade Komarudin di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/5)
3. Bripka Setiyadi Hidayat Mendedikasikan Diri Jadi Guru Ngaji
BERBAGI ILMU: Bripka Setiyadi Hidayat (baju batik, tengah) saat mengajar anak-anak membaca Alquran. Foto: Ist for KALTIM POST/JPNN.com
Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Setiyadi Hidayat sudah 10 tahun terakhir ini mengajar ngaji.
Dia mengajar anak-anak membaca Alquran sejak 2006. Sehari-harinya, Setiyadi bertugas di Polsek Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
“Setelah tugas di kantor, setiba di rumah, saya mengajar anak-anak mengaji. Hal itu saya lakukan setiap hari,” ujarnya.
4. Bripka Junaidin Membangun Pesantren dari Gajinya
Bripka Junaidin, petugas Polisi Polsek Rasanae Barat, kota Bima, bersama dengan anak-anak dan pembimbing pondok pesantren Al Fathul Alim, ponpes yang dia dirikan sendiri di desa Songgela, kota NTB, Rabu (10/2) lalu.
Alasan Bripka Junaidin membangun pesantren karena tingginya angka kriminalitas di tempat tugasnya.
Dari gaji yang dikumpul, dia pun membangun pesantren. Junaidin tak hanya merogoh kocek sendiri. Tapi juga keluar tenaga untuk membangunnya.
”Saya mendirikan pesantren ini sejak 2009,” kata polisi yang bertugas di Polsek Rasanae Barat, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, tersebut.
Tidak sepeser pun biaya yang dikenakan kepada anak-anak yang ingin mengaji di sana. Mayoritas santri di pondok itu berusia 6–7 tahun.
5. Brigadir Piether Paembonan Menyekolahkan Ratusan Anak
PEDULI PENDIDIKAN: Piether Paembonan menyampaikan materi motivasi di salah satu sekolah di Kalukku, Mamuju. Foto: PIETHER PAEMBONAN FOR JAWA POS
Brigadir Piether Paembonan mempelopori Gerakan Kembali Bersekolah (GKB). dari GKB, sudah ratusan anak yang disekolahkan.
Tahun 2013, ada 26 anak yang dibiayai Piether. Dana yang digunakan diambil dari tabungannya sendiri.
”Waktu itu saya ngutang. Karena sudah dekat sama warga, pedagangnya percaya waktu saya ngutang beli seragam, sepatu, dan buku,” kenang Piether kepada Jawa Pos yang menemuinya di Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat.
Lewat gerakan yang dibentuknya, UNICEF yang merupakan badan PBB untuk perlindungan hak-hak anak dan kaum muda mendanai program GKB.
“Saya sempat enggak nyangka mereka (Unicef) sampai turut mendanai program saya,” kata Piether. (AWA/JPNN)

Komentar

Selamat pagi...